MEDIA WARNA DALAM PEMBELAJARAN PERSAMAAN
LINEAR SATU VARIABEL YANG BERBASIS LINGKUNGAN HIDUP BAGI SISWA KELAS VII
SEMESTER 1
Oleh:
Prich
Purwanti
ABSTRAK
Media
warna dalam pembelajaran persamaan linear satu nariabel siswa kelas vii semester 1, merupakan model
pembelajaran holistik. Pembelajaran ini melibatkan guru-murid serta warna
sebagai media belajar . Warna-warna yang menjadi media belajar ada tiga dan
nuansa lingkungan hidup. Warna lingkungan hidup adalah warna yang primer
sebagai media bagi kegiatan belajar di kelas. Lingkungan hidup dalam pembahasan
persamaan linear satu variabel menjadi objek bagi siswa untuk melakukan
kegiatan mengamati buah di halaman kelas. Kegiatan menanya siswa melalui
persamaan linear satu variabel tentang
kalimat terbuka dan variabel dari banyak keranjang buah sebagai hasil tanaman kebun sekolah. Kegiatan mengumpulkan
informasi, siswa memperoleh dari pengalaman dalam mata pelajaran. Kegiatan
menganalisis siswa merupakan kegiatan individual. Selanjutnya kegiatan
mengkomunikasikan siswa melalui presentasi karya yang telah selesai.
Berdasarkan analisis hasil proses dan produk siswa, maka media warna dalam
pembelajaran persamaan linear satu variabel yang berbasis lingkungan hidup
kelas vii semester ini, mengena.
Kata
kunci: media, warna, siswa
PENDAHULUAN
Pada pembelajaran
bilangan siswa menggunakan berbagai macam bilangan dalam operasi. Sewaktu
bilangan mulai acak, maka siswa membutuhkan materi baru dalam pelajarannya.
Bilangan kemudian disimbolkan ke dalam huruf-huruf. Huruf-huruf dalam
pembelajaran matematika ini masuk dalam pembicaraan aljabar. Bentuk-bentuk
aljabar diberikan kepada siswa untuk mengawali semua cabang matematika.
Siswa telah menerima bentuk aljabar
melalui visualisasi dalam kelas. Penggambaran dilalui lewat percakapan yang
dibuka di kelas berdasarkan kepada buku teks. Siswa kemudian mulai mengetahui
tentang bentuk aljabar variabel, koefisien, konstanta dan suku. Pengetahuan
siswa bertambah lagi dengan pengoperasian bentuk aljabar. Bentuk aljabar
meskipun bukan hal baru yang dipelajari siswa dalam matematika, akan tetapi
siswa masih menjumpai kendala.
Kendala yang ditemui siswa menyangkut,
hal-ahal apa yang dijabarkan ke dalam bentuk aljabar, berupa objek benda,
makanan, buah-buahan dsb. Objek ini dekat dengan siswa, akan tetapi setelah
siswa sampai kepada objek geometri yang berupa luas dan keliling siswa
menjumpai kendala. Dalam kaitan dengan bentuk aljabar, siswa menemui kendala
pada pengoperasian bentuk aljabar untuk perkalian dan pembagian.
Manakala siswa memasuki pembicaraan
tentang persamaan linear satu variabel, maka siswa mengalami materi lanjutan
dari bentuk aljabar. Materi ini membicarakan kalimat terbuka. Kalimat terbuka
memuat variabel. Pada pembahasan variabel, maka guru akan menggunakan objek
buah-buahan sebagai konstanta. Keranjang buah sebagai variabel.
PERMASALAHAN
Jika
objek untuk operasi penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar , guru dan siswa
menemukan objek yang mudah yaitu buku, buah-buahan, makanan dsb. Sedangkan
objek berpikir siswa untuk membicarakan perkalian dan pembagian bentuk aljabar
menemui kendala. Demikian juga pada pembicaraan tentang kelanjutan bentuk
aljabar yaitu persamaan linear satu variabel.
PEMECAHAN MASALAH
Permasalahan
tersebut harus dipecahkan. Untuk memecahkan masalah tersebut, maka guru
menggunakan metode media warna. Metode media warna untuk pembelajaran persamaan
linear satu variabel yang berbasis lingkungan hidup.
TEORI
1.
Konsep
Pendidikan Holistik Islam
Armie
Primarni dalam bukunya halaman 225-230 memaparkan konsep pendidikan holistik
Islami sebagai berikut:
Konsep
daya meliputi daya emosi , daya psikis dan daya fisik. Konsep daya digambarkan
dalam segitiga daya. Daya emosi meliputi spiritual sebagai puncak segitiga,
kesadaran diri dan kesadaran sosial sebagai titik sudut alas segitiga. Daya
psikhis meliputi integral sebagai puncak segitiga, linear dan assosiatif
sebagai titik sudut alas segitiga. Daya fisik meliputi halal sebagai puncak
segitiga, gizi dan thoyib sebagai titik sudut alas segitiga. Sedangkan manusia dalam perspektif Islam
digambarkan sebagai tetrahedron. Iman adalah puncak tetrahedron. Intelektual,
fisik dan emosi adalam tiga titik sudut alas tetrahedron.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang
bersifat integral yang berbasis kompetensi dan mengakomodasi seluruh kecerdasan
manusia. Pendidikan Islam menggunakan metode atau pendekatan yang memadukan teacher-student and books centris.pendekatan
bersifat aplikatif dan problem solving
untuk mengupayakan kemandirian. Pendidikan Islam menggunakan pendekatan
lingkungan pula untuk memberikan siswa kesempatan membaur bersama masyarakat
dalam mengimplementasikan ilmunya. Pendekatan yang multi aspek memberikan
stimulus yang baik bagi pengembangan role
model, sinkronisasi antara kognitif, afektif dan psikomotorik. Observasi
mengukur tingkat keberhasilan murid.
Pendidikan Islam memberikan cara
mempelajari ilmu tentang fenomena alam, (Primarni, Armie, hlm 199), ilmu yang
terkait dengan perilaku manusia, dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan keagamaan
dan ketuhanan. (‘Afaq, Anfus, dan Al Haqq). Alquran menegaskan ada tiga macam
alat pengetahuan manusia yang memungkinkan manusia memanusiakan dirinya melalui
ilmunya, yaitu pendengaran, penglihatan, dan penghayatan. Dalam Alquran
istilahnya: al Sam’a, al –Abshara, dan al-Af’adah. “Kemudian Dia sempurnakan
dan Dia tiupkan ruh ke dalamnya, dan Dia adalan untukmu pendengaran,
penglihatan dan hati dan hanya sedikit orang yang bersyukur.”(Q.S.
As-Sajdah:9).
Ibnu Khaldun dalam Toto Suharto (hlm
242-243), memandang usaha mendidik dalam aktivitas pendidikan sebagai salah
satu pekerjaan yang memerlukan keahlian (min
jumlah al-sanai). Konsekuensi dari pandangan ini adalah bahwa untuk menjadi
seorang pendidik (guru) diperlukan beberapa kualifikasi tertentu. Untuk itu
Ibnu Khaldun menghendaki bahwa seorang pendidik diharuskan memiliki pengetahuan
memadai tentang perkembangan kerja akal secara bertahap. Ibnu Khaldun
menganjurkan agar pendidik menggunakan metode mengajar yang menyesuaikan dengan
tahap-tahap perkembangan peserta didik. Dengan ini Ibnu Khaldun megkritik para
pendidik yang tidak menguasai keahlian mengajar. Pada tahap permulaan pendidik
tidak diperkenankan menyajikan materi pengetahuan yang sukar dipelajari peserta
didik. Ini dapat membingungkan mereka. Sebab kemampuan dan kesanggupan peserta
didik untuk memahami suatu materi itu bersifat bertahap sedikit demi sedikit (tadarruj). Ibnu Khaldun menulis:”
Ketahuilah bahwa mengajarkan pengetahuan kepada pelajar hanya akan efektif bila
dilakukan dengan berangsur-angsur (tadrij),
setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit.”
Suatu hal yang perlu diperhatikan pendidik
dalam kegiatan mengajarnya adalah tidak mencampuradukkan antara masalah yang
diberikan dalam buku pelajaran dengan sejumlah masalah lain. Ajarkan kepada
peserta didik suatu ilmu pengetahuan. Apabila telah menguasainya, baru
diberikan pengetahuan lain. “Tetapi bila banyak masalah ilmu sekaligus
dihadapkan kepadanya, ia tidak akan sanggup memahami semuanya. Akibat lebih
jauh otaknya akan jenuh dan tidak snaggup bekerja, lalu putus asa, dan akhirnya
meninggalkan ilmu yang dipelajari”. “Salah satu di antara mazhab yang baik dan
metode yang harus diikuti dalam ta’lim adalah meniadakan cara yang membingungkan si
murid, misalnya dengan tidak mengajarkan dua cabang ilmu pengetahuan
sekaligus.”
Pada sisi lain, Ibnu Khaldun memandang
peserta didik sebagai yang belajar (muta’alim)
atau seorang anak yang perlu bimbingan (wildan).
Dalam posisinya sebagai muta’alim,
peserta didik dituntut mengembangkan segala potensi yang Allah anugerahkan
kepadanya. Ibnu Khaldun dalam al-Muqadimah-nya
telah memberikan beberapa petunjuk bagaimana seorang muta’alim agar berhasil dalam studinya. Ibnu Khaldun menulis:
“Wahai muta’alim, ketahuilah bahwa saya di sini
akan memberi petunjuk yang bermanfaat bagi studimu. Apabila kamu menerimanya
dan mengikutinya dengan sungguh-sungguh, kamu akan mendapatkan suatu manfaat
yang besar dan mulia. Sebagai pendahuluan yang akan membantumu memahaminya,
saya dapat katakan kepadamu bahwa kemampuan berpikir manusia adalah suatu
anugerah yang Allah ciptakan baginya.”
Dari pernyataan di atas tampak bahwa Ibnu Khaldun memandang peserta
didik sebagai subjek didik, bukan objek didik, yang memiliki potensi yang dapat
dikembangkan melalui proses pendidikan. Ini menandakan bahw aIbnu Khaldun memiliki
pandangan yang optimistik terhadap peserta didik. Peserta didik bagi Ibnu
Khaldun merupakan subjek didik yang dituntut kreativitasnya agar dapat
mengembangkan diri dan potensinya. Perlakuan ini membuat pendidikan sebagai
ajang atau wahana yang dapat menumbuhkan kreativitas peserta didik. Peserta
didik sebagai subjek didik dituntut aktif dan kreatif dalam melakukan proses
belajarnya. Adapun dalam posisinya sebagai wildan,
Ibnu Khaldun memandang peserta didik sebagai seorang anak manusia yang memerlukan
bantuan orang lain, agar terbimbing ke alam kedewasaan. Dalam konteks ini, Ibnu
Khaldun memandang peserta didik sebagai objek didik yang memerlukan guru
sebagai subjek belajar.
Muhaimin dalam Moch Masykur Ag dan Abdul
Halim Fathani, (hlm 13-21), menyebutkan bahwa manusia memiliki alat-alat
potensial yang harus dikembangkan secara optimal yang dinyatakan dalam Alquran.
Salah satunya adalah firman Allah dalam QS Al Nahl (16):78, yang artinya:”Dan
Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu
bersyukur.”
Dalam konteks pendidikan, kurikulum atau
program pendidikannya perlu dirancang dan diarahkan untuk membantu, membimbing,
melatih, dan mengajar dan/atau menciptakan suasana agar para peserta didik
dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas dirinya secara optimal. Sementara
ahli psikologi menyatakan bahwa manusia memiliki IQ (Intelegent Quotient), EQ (Emotional
Quotient), CQ(Creativity Quotient),
dan SQ (Spiritual Quotient).
Pendidikan IQ menyangkut peningkatan kualitas head agar peserta didik menjadi orang yang cerdas, pintar, dan
lain-lain. Pendidikan EQ menyangkut peningkatan kualitas heart agar peserta didik menjadi orang yang berjiwa pesaing, sabar,
rendah hati, menjaga harga diri (self
esteem), berempati, cinta kebaikan, mampu mengendalikan diri (self control), dan tidak terburu-buru
dalam mengambil keputusan. Pendidikan CQ menyangkut peningkatan kualitas head agar peserta didik nantinya dapat
menjadi agent of change, mampu
membuat inovasi atau menciptakan hal-hal yang baru. Pendidikan SQ menyangkut
peningkatan kualitas honest agar
peserta didik menjadi orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah, berakhlak
mulia, bersikap amanah dalam memegang jabatan, dan memiliki sifat shidiq, amanah, tabligh, fathanah, dan
lain-lain.
2.
Komponen
Strategi Pembelajaran
Dick dan Carey (1978) dalam B. Uno H (hlm 3-23) ,
menyebutkan bahwa terdapat 5 komponen strategi pembelajaran, yaitu (1) kegiatan
pembelajaran pendahuluan, (2) penyampaian informasi, (3) partisipasi peserta
didik, (4) tes, dan (5) kegiatan lanjutan. Kegiatan pembelajaran pendahuluan
yang disampaikan dengan menarik akan dapat meningkatkan motivasi belajar
peserta didik. Secara spesifik kegiatan pembelajaran pendahuluan dilakukan
melalui teknik-teknik berikut; a. Jelaskan tujuan pembelajaran khusus yang
diharapkan dapat dicapai oleh semua peserta didik, b. Lakukan persepsi, berupa
kegiatan yang merupakan jembatan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan
baru yang akan dipelajari.
Penyampaian informasi seringkali
dianggap sebagai kegiatan yang paling penting dalam proses pembelajaran,
padahal bagian ini hanya merupakan salah satu komponen dari strategi pembelajaran.
Artinya, tanpa adanya kegiatan pendahuluan yang menarik atau dapat memotivasi
peserta didik dalam belajar maka kegiatan penyampaian informasi ini menjadi
tidak berarti. Guru yang mampu menyampaikan informasi dengan baik, tetapi tidak
melakukan kegiatan pendahuluan dengan mulus akan menghadapi kendala dalam
kegiatan pembelajaran selanjutnya.partisipasi peserta didik, berdasarkan
prinsip student centered peserta
didik merupakan pusat dari suatu kegiatan belajar.hal ini dikenal dengan
istilah CBSA (cara belajar siswa akti) yang diterjemahkan dari SAL (student active training), yang maknanya
adalah bahwa proses pembelajaran akan lebih berhasil apabila peserta didik
secara aktif melakukan la tihan secara langsung dan relevan dengan tujuan
pembelajaran yang diterapkan (Dick dan Carey dalam B Uno H, 2007).
Selanjutnya serangkaian tes umum yang
digunakan oleh guru untuk mengetahui (a) apakah tujuan pembelajaran khusus
telah tercapai atau belum, dan (b) apakah pengetahuan sikap dan keterampilan telah
benar-benar dimiliki oleh peserta didik atau belum. Keberhasilan tes esay 5
soal, meliputi tingkat penguasaan berkisar 80%- 85%, demikian juga tes objektif
20 nomor dengan 4 pilihan, peserta didik dianggap menguasai materi apabila ia
dapat mengerjakan 80%-85% soal dengan benar.
Adapun kegiatan lanjutan dikenal dengan
istilah follow up dari suatu hasil
kegiatan yang telah dilakukan seringkali tidak dilaksanakan dengan baik oleh
guru.dalam kenyataannya, setiap kali setelah tes dilakukan selalu saja terdapat
peserta didik yang berhasil dengan bagus atau di atas rata-rata, (a) hanya menguasai
sebagian atau cenderung di rata-rata tingkat penguasaannya yang diharapkan
dapat dicapai, (b) peserta didik seharusnya menerima tindak lanjut yang berbeda
sebagai konsekuensi dari hasil belajar yang bervariasi tersebut.
3.
Kompetensi
Dalam Mendesain Pembelajaran
Spencer
dan spencer dalam B. Uno Hamzah (hlm 78-81) memandang bahwa kompetensi sebagai
karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang dengan kinerja efektif
dan/atau superior dalam suatu pekerjaan dan situasi.R.M. Guion dalam Spencer
and Spencer dalam B. Uno. Hamzah, mendefinisikan kemampuan atau kompetensi
sebagai karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan mengindikasikan
cara-cara berperilaku atau berpikir, dalam segala situasi dan berlangsung terus
dalam periode waktu yang lama. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa
kemampuan adalah merujuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa
dilihat dari pikiran, sikap, dan perilakunya.
Kompetensi guru merupakan gambaran
hakikat kualitatif dari perilaku guru atau tenaga kependidikan yang tampak
sangat berrati. Perilaku di sini merujuk bukan hanya pada perilaku nyata,
tetapi juga meliputi hal-hal yang tidak tampak. Charles E. Jhonson dalam B Uno
hamzah mengemukakan bahwa kemampuan merupakan perilaku yang rasional untuk
mencapai tujuan yang dipersyatkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan tertentu. Barlow mengemukakan
bahwa kemampuan guru adalah kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan
kewajibannya secara bertanggung jawab.
Menurut Crow and Crow dalam B. Uno
Hamzah kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran meliputi hal-hal berikut:
1. Penguasaan
subject-mater yang akan diajarkan.
2. Keadaan
fisik dan kesehatannya.
3. Sifat-sifat
pribadi dan kontrol emosinya.
4. Memahami
sifat hakikat dan perkembangan manusia.
5. Pengetahuan
dan kemampuannya untuk menerapkan prinsip-prinsip belajar.
6. Kepekaan
dan aspirasinya terhadap perbedaan-perbedaan kebudayaan, agama, dan etnis.
7. Minatnya
tehadap perbaikan profesional dan pengayaan kultural yang terus-menerus
dilakukan.
4.
Teori
Belajar Menurut Ilmu Jiwa Asosiasi
Ilmu
jiwa asosiasi berprinsip bahwa keseluruhan itu sebenarnya terdiri dari
penjumlahan bagian-bagian atau unsur-unsurnya. Dari aliran ini ada dua teori
yang sangat terkenal, yakni: Teori Konektionisme dari Thorndike dan Teori Conditioning dari Pavlov. Menurut
Thorndike, dasar dari belajar itu adalah asosiasi antara kesan panca indra ( sense impresion) dengan impuls untuk bertindak (impuls to action). Teori ini lemah
karena pelajaran bersifat teacher
centered (guru memberi stimulus). Teori ini mengutamakan materi. Teori conditioning, kalau seseorang
mencium bau sate, air liur pun mulai keluar (kemecer). Karena melihat makanan, maka air liurnya keluar. Begitu
seterusnya hal itu dilakukan berkali-kali dan sering diulangi, sehingga menjadi
kebiasaan. Kelemahan teori ini respon mungkin dipengaruhi oleh stimulus yang
tak dikenal.
Teori asosiasi Gestalt dan ilmu jiwa
daya memiliki persamaan yaitu: 1. Dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan faktor yang sangat penting, 2. Dalam kegiatan
belajar selalu ada halangan/ kesulitan, 3. Dalam belajar memerlukan aktivitas, 4. Dalam menghadapi
kesulitan, sering terdapat kemungkinan bermacam-macam respon.
Di samping teori-teori di atas penting
juga untuk mengetahui teori konstruktivisme, adalah salah satu teori filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari
kenyataan. Pengetahuan bukan gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Tetapi
pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruknitif kenyataan melalui
kegiatan seseorang.
Sehubungan dengan itu ada beberapa ciri
atau prinsip dalam belajar (Paul Suparno, 1997, dalam B. Uno Hamzah) yang
dijelaskan sebagai berikut: a. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan
oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami, b. Konstruksi
makna adalah proses yang terus mnerus, c. Belajar bukanlah kegiatan
mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat
pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, tetapi perkembangan
itu sendiri, d. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan
dunia fisik dan lingkungannya, e. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa
yang telah diketahui, si subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi
proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.
Sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut,
maka proses mengajar, bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke
subjek belajar/siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan subjek belajar
mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Mengajar adalah bentuk partisipasi
dengan subjek belajar dalam membentuk penngetahuan, dan membuat makna, mencari
kejelasan dan menentukan justifikasi. Prinsip penting, berpikir lebih bermakna
daripada mempunyai jawaban yang benar atas sesuatu. Karena itu guru dalam hal
ini berperan sebagai mediator dan fasilitator untuk membantu optimalisasi
belajar siswa.
5.
Konsep
Intelegensi Emosi
Saptono
(hlm 146) menyatakan bahwa intelegensi emosi adalah konsep hibrida. Artinya, ia
merupakan bentukan baru yang menggabungkan antara konsep intelegensi dan emosi.
Penelitian mengenai emosi dan kognisi menunjukkan bahwa emosi tidak bisa
direduksi dalam satu sistem tersendiri yang terpisah dari proses kognitif.
Emosi merupakan kegiatan integral dalam proses kognitif. Pengalaman emosi
memainkan peranan penting dalam pikiran rasional. Kemampuan untuk
menyeimbangkan dimensi emosi dan rasional itulah yang kemudian dikenal dengan
intelegensi emosi.
Terkait dengan konsep intelegensi
emosi, perlu ada perbedaan yang tegas antara intelegensi emosi itu sendiri (emotional intelegence per se) dan model
intelegensi emosi (models of emotional
intelegence). Intelegensi per se, hakikatnya adalah kemampuan manusia untuk
menghargai makna setiap bentuk emosi, serta berpikir dan memecahkan masalah
berdasarkan makna setiap bentuk emosi itu. Sedangkan model intelegensi emosi
adalah pengorganisasian secara terbatas, bersifat rasional-akademis dan berisi
penjelasan mengenai intelegensi emosi.
6.
Memaksimalkan
Kreativitas
Menurut
Carol K. Bowman dalam Muhammad Asnadi (2010. Hlm 72-81) (Creativity in Business), sebagaimana yang dikatakan oleh Prof Roy
sembel, bahwa setiap orang (anak) memiliki kreativitas tertentu. Bahkan,
seseorang yang usianya di atas 45 tahun sekalipun masih dianugerahi kemampuan
untuk menjadi kreatif. Intinya, selama otak masih berfungsi, kreativitas tetap
mengalir dalam diri seseorang. Tujuh hambatan yang menghalangi orang menjadi
kreatif: 1. Rasa takut, 2. Rasa puas, 3. Rutinitas tinggi, 4.kemalasan mental,
5.birokrasi, 6. Terpaku pada masalah, 7. stereotyping
(opini masyarakat)
Kreativitas melibatkan keseluruhan otak. Seseorang akan bertindak
kreatif manakala mempergunakan potensi otak dengan optimal, atau mempergunakan
kedua belahan otak, otak kiri dan otak kanan. Otak kirilah yang mengatur
kemampuan logika, sedangkan otak kananlah yang mengatur humanistis.
Kreativitas memang mengekspresikan
kualitas solusi penyelesaian masalah. Kunci kreativitas adalah kemampuan
menilai permasalahan dari berbagai sudut pandang sehingga menghadirkan solusi
yang lebih baik. Sudut pandang yang berbeda akan menstimulasi beragam ide dan
mengembangkan struktur kognitif baru.
Menurut Need Herrmann, pada dasarnya,
jika anak anda melibatkan secara penuh pikiran yang dimilikinya, sehingga ia
mampu membangkitkan ide dan kenyataan tentang sesuatu yang diinginkannya,
berarti ia memfasilitasi berkembangnya kreativitas sebenanrnya, saat itu ia
mendayagunakan kekuatan pikirannya untuk membayangkan berbagai kemungkinan
dalam mencapai sesuatu yang didinginkan dalam koridor norma-norma yang dapat
ditoleransi. Artinya, seseorang yang kreatif mengatahui sesuatu yang diinginkan
dan dapat menetapkan tujuan berperilaku.
7.
Pendekatan
Pembelajaran Saintifik
Dalam
panduan belajar SMP dinyatakan tentang pendekatan pembelajaran saintifik, yaitu
kegiatan pembelajaran yang melalui langkah-langkah mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, menganalisis dan mengkomunikasikan . Kegiatan
mengkomunikasikan dapat dihayati melalui kegiatan mencipta.(Pdf hlm 9: Panduan
pembelajaran SMP).
8.
Warna
Dalam
HU republika, Jumat, 8 Februari 2008, disebutkan bahwa: jika lazimnya orang
memiliki dua mata, anak indigo memiliki mata ketiga atau the tird eye. Dengan inilah anak indigo menengok ke masa lalu,
menerawang masa depan, dan beririsan dengan alam supranatural. Mata ini
terletak di dahi antara dua alis mata, berwarna nila. Dalam literatur ilmu
yoga, mata ketiga ini sejatinya adalah cakra keenam dalam tubuh. Apa itu cakra?
Setiap manusia diyakini memiliki dua
tubuh. Yakni tubuh fisik atau tubuh halus. Tubuh halus berbentuk energi sinar
yang tak dapat dilihat mata. Mata kasat manusia, kata Erwin, hanya mampu
melihat satu oktaf warna yakni dari ungu sampai merah. Sementara tubuh halus
terdiri atas warna-warna yang memiliki panjang gelombang di bawah warna merah,
yakni 12 hingga 5 mikron dan berfrekwensi antara 60 hingga 120 Hz. Warna jenis
ini lebih dikenal dengan sebutan aura.
Aura ini memancarkan gelombang
elektromagnetik dan pintu-pintu energi dalam tubuh. Pintu-pintu energi itu
disebut cakra. Ada lebih dari 360 pintu energi dalam tubuh manusia. Namun, yang
paling berperan dalam menghasilkan warna aura adalah pintu-pintu besar, dan
dikenal dengan sebutan cakra-cakra utama. Jumlahnya tujuh. Mereka punya nama
dan warna tertentu. Warna aura anak indigo adalah nila. Ini terjadi akibat
dominasi dari aktifnya cakra keenam, yang juga disebut cakra mata ketiga.
Istilah indigo sendiri berasal dari bahasa Spanyol, yang artinya nila. Warna
ini merupakan kombinasi biru dan ungu. Pada 1982, konselor asal AS, Nancy Ann
Tappe menerbitkan buku : Understanding
your Life Through Color. Sebuah buku tentang warna aura manusia sebagai
tanda atas kepribadiannya. Dalam peta klasifikasi yang dibuat Nancy, manusia
dengan aura dominan nila dikategorikan sebagai manusia dengan intuisi dan
imajinasi yang sangat kuat.
Untuk mengetahui warna aura, seseorang
bisa memanfaatkan perangkat teknologi pembaca aura, aura video station. 1.
Cakra dasar warna energi merah. Mempengaruhi kesehatan tulang dan otot. Memberi
energi pada semangat hidup. 2. Cakra kedua warna energi orange. Mempengaruhi
kesehatan organ-organ reproduksi. Memberi energi pada kemampuan berinteraksi.
3. Cakra ketiga warna energi kuning. Mempengaruhi kesehatan organ-organ
reproduksi dan memberi energi pada ambisi. 4. Cakra keempat warna energi hijau.
Mempengaruhi semua organ dalam rongga dada dan memeberi energi pada toleransi.
5. Cakra kelima warna energi biru. Mempengaruhi organ dalam rongga leher.
Memberi energi pada berinteraksi, dan berkreativitas. 6. Cakra keenem warna
energi indigo. Mempengaruhi organ dalam rongga kepala, termasuk panca indera.
Memberi energi pada kepekaan intuisi dan ketajaman perasaan untuk hal-hal
abstrak. 7. Cakra ketujuh warna energi violet. Mempengaruhi otak. Memberi
energi pada sifat keilahian.
Siswa dengan warna yang disukainya,
menunjukkan kepribadian yang dimilikinya. Guru menerima hal perbedaan
individual. Perbedaan individual siswa berkenaan dengan warna kepribadian yang
menunjukkan energi yang dimiliki siswa. Bagi guru warna kepribadian siswa
memberikan petunjuk untuk membantu siswa pada hal yang siswa cenderung kuat.
9.
Media
Warna Dalam Pembelajaran Matematika
Dalam
KBBI daring media berarti alat. Media warna dalam pembelajaran matematika
memiliki arti alat yang berupa warna yang berguna dalam pembelajaran
matematika.
Menurut
Douglas E. Cruikshank, David L. Fitgerald dan Linda R. Jensen dalam Young Children Learning Mathematics, (hlm
244-245), banyak anak didik menyelesaikan masalah matematika dengan manipulasi.
Manipulasi untuk trial –and –error
menggunakan media warna untuk materi relasi dan pendekatan metamora. Manipulasi
memungkinkan mengeliminir frustasi pada peserta didik. Frustasi akan kegagalan
dalam penyelesaian.
Guru dan siswa menggunakan media warna
sebagai alat untuk memanupulasi hal-hal yang belum dimiliki siswa. Warna dapat
digunakan untuk membedakan variabel dan konstanta. Warna dapat digunakan untuk
menyelesaikan bentuk aljabar. Media warna juga dapat digunakan untuk
menyelesaikan persamaan linear satu variabel.
10. Media Warna Dalam Pembelajaran
Persamaan Linear satu Variabel
Menurut
Douglas E. Cruikshank, David L. Fitgerald dan Linda R. Jensen dalam Young Children Learning Mathematics,(hlm.
244-245), ketika siswa menjumpai masalah yang lebih rumit yaitu memanipulasi
variabel, maka siswa akan lebih mudah menerima dengan manipulasi warna. Siswa
sudah bisa menggunakan arsiran dan empat warna. Yang menjadi perhatian adalah
bahwa penggunaan warna dalam menjelaskan variabel dalam pembicaraan persamaan
linear satu variabel, harus melalui kontrol yang cermat.
Siswa akan memilih warna coklat untuk
variabel keranjang buah. Buah akan berwarna merah. Misalnya siswa menggambarkan
buah sebagai konstanta. Siswa yang memiliki kecermatan yang kuat, akan
menggambarkan isi keranjang yang sama dengan buah apel merah semua. Siswa
menentukan isi keranjang sebagai nilai variabel. Variabel yang sama hanya
memiliki nilai yang sama. Jadi siswa hanya akan menggambarkan bauh apel merah
untuk sebuah keranjang yang mewakili variabel x.
Siswa yang lain akan menggambarkan
variabel bukan dengan keranjang akan tetapi dengan kotak buah. Siswa yang
memiliki kecermatan kontrol variabel yang kuat, hanya akan mengisi kotak
buahnya dengan buah sejenis. Misalkan berisi buah jeruk orange. Maka semua
kotak buah akan berisi satu macam buah yaitu jeruk orange.
11. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar
Association for Educational Comunication and Tehnology AECT
(1977) mendefinisikan sumber belajar (learning resources) sebagai semua
sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan siswa
dalam belajar, baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah
siswa dalam mencapai tujuan belajar. Dilihat dari bentuknya, sumber belajar
dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu: 1) Pesan, 2) Orang, 3) Bahan, 4)
Alat, 5) Teknik, dan 6) Lingkungan yang sering disingkat dengan POBATL.
Pesan (message)
adalah informasi, ide, ajaran, atau nilai-nilai yang ingin disampaikan kepada
orang lain atau dipelajari dalam belajar. Pesan ini merupakan sumber belajar
yang disampaikan secara terselubung melalui berbagai media baik itu cetak,
audio, audiovisual dan lain-lain. Orang (people) sebagai sumber belajar
dipilih yang mempunyai keterampilan atau
kemampuan tertentu. Beberapa contoh sumber belajar orang adalah guru, tokoh
masyarakat, petani, pedagang, sejarawan, politikus, seniman, budayawan, teman
sekolah, dan sebagainya. Bahan (materials) adalah materi yang berisi
pesan-pesan pembelajaran yang disampaikan kepada siswa/peserta didik baik
dengan menggunakan alat presentasi maupan tanpa alat. Contoh sumber belajar
yang berupa bahan adalah buku, CD, VCD, DVD, gambar, grafik, film, slide, dan
sebagainya yang dirancang secara khusus untuk pembelajaran. Bahan ini sering
juga disebut dengan perangkat lunak (software).
Alat (device) adalah perangkat keras yang
dipergunakan untuk menyampaikan pesan-pesan pembelajaran seperti tape recorder,
video player, LCD, televisi, laptop, handphone, dan sebagainya. Alat ini sering
juga disebut dengan perangkat keras (hardware). Teknik (technic)
adalah prosedur, cara, atau acuan yang dipergunakan untuk melakukan suatu
aktivitas. Dalam konteks pembelajaran, teknik ini berarti prosedur atau cara
untuk menggunakan bahan, alat, atau memanfaatkan orang untuk menyajikan
pesan-pesan pembelajaran. Contoh teknik adalah demonstrasi, imitasi, ceramah,
belajar mandiri, menonton televisi, wawancara, dan sebagainya. Lingkungan (setting)
adalah segala sesuatu yang ada di sekitar kita, baik yang berupa lingkungan
alam maupun lingkungan sosial.
Lingkungan
alam merupakan ciptaan Tuhan yang merupakan manifestasi dari sifat kesempurnaan
Tuhan. Banyak keunikan dan rahasia tersembunyi di balik keunikan alam..
Berbagai rahasia yang ada di balik fenomena alam tersebut menunjukkan kebesaran
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, lingkungan alam merupakan objek ilmu yang
menarik untuk dieksplorasi dan dipelajari secara mendalam dan terus-menerus.
Rahasia
dan keunikan tersebut akan diketahui apabila manusia mampu “membaca‟ dan
memaknainya melalui pembelajaran yang didesign secara kontruktif .Hal ini
sesuai dengan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di sekolah yang
merekomendasikan adanya kegiatan pengintegrasian, perluasan dan pendalaman
pembelajaran yang berbasis lingkungan maupun masyarakat . Penguatan karakter
religius, rasa ingin tahu , sosial dan kerja sama dapat di kembangkan melalui
pembelajaran tersebut.
Dalam
konteks implementasi Kurikulum 2013, lingkungan alam merupakan sumber belajar
yang sangat potensial untuk dimanfatkan dalam pembelajaran. Pada sisi yang
lain, pemanfaatan lingkungan dengan berbagai variannya merupakan suatu solusi
untuk mengatasi keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah untuk
proses pembelajaran. Sekolah bisa memanfaatkan lingkungan di sekitar sekolah
yang sudah tersedia, maupun sengaja menata, membuat, dan mengelola lingkungan
sekolah agar menjadi sumber belajar yang potensial.
(Dikutip
dari Pdf, hlm 11-12: Panduan pemanfaatan lingkungan sekolah, kemendikbud)
Lingkungan sebagai
sumber belajar memiliki pengertian, segala yang ada di sekitar guru dan siswa
yang menunjang keberhasilan kegiatan belajar mengajar di kelas. Baik lingkungan
alam dan lingkungan sosial.
HASIL
Media
Warna yang menciptakan siswa yang sadar akan hakekat belajar. Media warna
merupakan model pembelajaran holistik yang melibatkan guru-siswa dan nuansa
lingkungan belajar. Media warna dalam pembelajaran persamaan linear satu
variabel berbasis lingkungan hidup ini menghasilkan siswa yang memahami dan
mampu menerapkan pengetahuan yang berasal dari mengamati lingkungan secara sesungguhnya dan menggambarkan kembali
lingkungan hidup dengan warna yang merupakan karakternya. Rata-rata hasil
belajar siswa menunjukkan 96,8 % telah melampaui kriteria ketuntasan minimal.
PEMBAHASAN
Media
warna dalam pembelajaran persamaan linear satu variabel berbasis lingkungan
ini, merupakan pendidikan holistik yang menerapkan metode guru-siswa dan nuansa
lingkungan hidup sumber acuan.
Kreasi siswa muncul karena media warna
persamaan linear satu variabel menjadi berkembang. Perkembangan ini menyebabkan
siswa menghasilkan karya yang baik. Karya yang baik merupakan motivasi bagi
siswa untuk membuat kreasi yang lebih baik dalam pembicaraan media warna dalam
pelajaran matematika.
Lingkungan hidup yang menjadi basis
dalam pembelajaran matematika media warna, merupakan jembatan bagi terciptanya
kesadaran siswa akan pentingnya alam semesta dalam pembelajaran matematika.
PENUTUP
Simpulan
Media warna dalam pembelajaran persamaan
linear satu variabel berbasis lingkungan bagi siswa kelas vii, adalah hal yang
baik. Media warna merupakan intisari dari setiap cabang matematika. Media warna persamaan linear satu variabel
merupakan prasarat bagi pembelajaran matematika yang berikutnya.
Media warna pembelajaran bentuk aljabar
meningkatkan motivasi siswa dalam berkreasi dalam matematika. Hasil belajar
melalui media warana berbasis lingkungan akan memperluas wawasan siswa tentang
belajar matematika.
Saran
Siswa
sebaiknya memperoleh pembelajaran media warna yang akan membawanya ke dalam
pemahaman yang lebih luas tentang hakekat belajar matematika. Pembelajaran
media warna baik ditempuh melalui basis lingkungan hidup. Rangkaian
pembelajaran yang tersusun sedari perencanaan akan sangat membantu guru untuk
menyelesaikan dengan baik. Hasil belajar siswa juga akan terekam dengan baik.
KEPUSTAKAAN
A. Sardiman
M.2011. Interaksi & Motivasi Belajar
Mengajar. Raja grafindo persada: Jakarta
B.
Uno H, 2011. Model pembelajaran menciptakan
proses pembelajaran yang kreatif dan efektif.bumi aksara: Jakarta
Douglas
E. Cruksank, david L. Fitzgerald, Linda R. Jensen.1980. Young Children Learning
Mathematics. Alyn and Bacon Inc.: Boston/London/Sydney/Toronto
HU
Republika, Jumat, 8 Februari 2008
KBBI
, Balai Pustaka, Jakarta, 2003
KBBI
, Balai Pustaka, Jakarta, 2008
KAMUS
INGGRIS INDONESIA , Gramedia, Jakarta,2014
KBBI daring Kemendikbud
Kemendikbud.
2016. Panduan Pembelajaran untuk Sekalah
Menengah Pertama. Pdf: Jakarta.
Muhammad
Asnadi. 2010. Bila otak kanan dan otak
kiri seimbang. Diva: Jogjakarta
Masykur.Moch.Ag,
Halim.Abdul Fathani.2008. Mathematical
Intellegence.Ar_Ruzz Media grup: Jogjakarta.
Saptono.2011.
Dimensi-dimensi pendidikan karakter.
Erlangga;Jakarta
Suharto.TOTO.2011.
Filsafat Pendidikan Islam. Ar-Ruzz Media grup: Jogjakarta.
Primarni,Amie.,
Khairunnas. 2016. Pendidikan Holistik
Format baru Pendidikan Islam Membentuk Karakter Paripurna. AMP Press Al
Mawardi Prim: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar