Selasa, 15 Oktober 2019

KARYA ILMIAH



MEDIA WARNA DALAM PEMBELAJARAN PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL YANG BERBASIS LINGKUNGAN HIDUP BAGI SISWA KELAS VII SEMESTER 1

Oleh:
Prich Purwanti
ABSTRAK

Media warna dalam pembelajaran persamaan linear satu nariabel  siswa kelas vii semester 1, merupakan model pembelajaran holistik. Pembelajaran ini melibatkan guru-murid serta warna sebagai media belajar . Warna-warna yang menjadi media belajar ada tiga dan nuansa lingkungan hidup. Warna lingkungan hidup adalah warna yang primer sebagai media bagi kegiatan belajar di kelas. Lingkungan hidup dalam pembahasan persamaan linear satu variabel menjadi objek bagi siswa untuk melakukan kegiatan mengamati buah di halaman kelas. Kegiatan menanya siswa melalui persamaan linear satu variabel  tentang kalimat terbuka dan variabel dari banyak keranjang buah sebagai hasil  tanaman kebun sekolah. Kegiatan mengumpulkan informasi, siswa memperoleh dari pengalaman dalam mata pelajaran. Kegiatan menganalisis siswa merupakan kegiatan individual. Selanjutnya kegiatan mengkomunikasikan siswa melalui presentasi karya yang telah selesai. Berdasarkan analisis hasil proses dan produk siswa, maka media warna dalam pembelajaran persamaan linear satu variabel yang berbasis lingkungan hidup kelas vii semester ini, mengena.
Kata kunci: media, warna, siswa

PENDAHULUAN
Pada pembelajaran bilangan siswa menggunakan berbagai macam bilangan dalam operasi. Sewaktu bilangan mulai acak, maka siswa membutuhkan materi baru dalam pelajarannya. Bilangan kemudian disimbolkan ke dalam huruf-huruf. Huruf-huruf dalam pembelajaran matematika ini masuk dalam pembicaraan aljabar. Bentuk-bentuk aljabar diberikan kepada siswa untuk mengawali semua cabang matematika.
        Siswa telah menerima bentuk aljabar melalui visualisasi dalam kelas. Penggambaran dilalui lewat percakapan yang dibuka di kelas berdasarkan kepada buku teks. Siswa kemudian mulai mengetahui tentang bentuk aljabar variabel, koefisien, konstanta dan suku. Pengetahuan siswa bertambah lagi dengan pengoperasian bentuk aljabar. Bentuk aljabar meskipun bukan hal baru yang dipelajari siswa dalam matematika, akan tetapi siswa masih menjumpai kendala.
       Kendala yang ditemui siswa menyangkut, hal-ahal apa yang dijabarkan ke dalam bentuk aljabar, berupa objek benda, makanan, buah-buahan dsb. Objek ini dekat dengan siswa, akan tetapi setelah siswa sampai kepada objek geometri yang berupa luas dan keliling siswa menjumpai kendala. Dalam kaitan dengan bentuk aljabar, siswa menemui kendala pada pengoperasian bentuk aljabar untuk perkalian dan pembagian.
     Manakala siswa memasuki pembicaraan tentang persamaan linear satu variabel, maka siswa mengalami materi lanjutan dari bentuk aljabar. Materi ini membicarakan kalimat terbuka. Kalimat terbuka memuat variabel. Pada pembahasan variabel, maka guru akan menggunakan objek buah-buahan sebagai konstanta. Keranjang buah sebagai variabel.
PERMASALAHAN
Jika objek untuk operasi penjumlahan dan pengurangan bentuk aljabar , guru dan siswa menemukan objek yang mudah yaitu buku, buah-buahan, makanan dsb. Sedangkan objek berpikir siswa untuk membicarakan perkalian dan pembagian bentuk aljabar menemui kendala. Demikian juga pada pembicaraan tentang kelanjutan bentuk aljabar yaitu persamaan linear satu variabel.
PEMECAHAN MASALAH
Permasalahan tersebut harus dipecahkan. Untuk memecahkan masalah tersebut, maka guru menggunakan metode media warna. Metode media warna untuk pembelajaran persamaan linear satu variabel yang berbasis lingkungan hidup.
TEORI

1.      Konsep Pendidikan Holistik Islam
Armie Primarni dalam bukunya halaman 225-230 memaparkan konsep pendidikan holistik Islami sebagai berikut:
Konsep daya meliputi daya emosi , daya psikis dan daya fisik. Konsep daya digambarkan dalam segitiga daya. Daya emosi meliputi spiritual sebagai puncak segitiga, kesadaran diri dan kesadaran sosial sebagai titik sudut alas segitiga. Daya psikhis meliputi integral sebagai puncak segitiga, linear dan assosiatif sebagai titik sudut alas segitiga. Daya fisik meliputi halal sebagai puncak segitiga, gizi dan thoyib sebagai titik sudut alas segitiga.  Sedangkan manusia dalam perspektif Islam digambarkan sebagai tetrahedron. Iman adalah puncak tetrahedron. Intelektual, fisik dan emosi adalam tiga titik sudut alas tetrahedron.
        Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bersifat integral yang berbasis kompetensi dan mengakomodasi seluruh kecerdasan manusia. Pendidikan Islam menggunakan metode atau pendekatan yang memadukan teacher-student and books centris.pendekatan bersifat aplikatif dan problem solving untuk mengupayakan kemandirian. Pendidikan Islam menggunakan pendekatan lingkungan pula untuk memberikan siswa kesempatan membaur bersama masyarakat dalam mengimplementasikan ilmunya. Pendekatan yang multi aspek memberikan stimulus yang baik bagi pengembangan role model, sinkronisasi antara kognitif, afektif dan psikomotorik. Observasi mengukur tingkat keberhasilan murid.
          Pendidikan Islam memberikan cara mempelajari ilmu tentang fenomena alam, (Primarni, Armie, hlm 199), ilmu yang terkait dengan perilaku manusia, dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan keagamaan dan ketuhanan. (‘Afaq, Anfus, dan Al Haqq). Alquran menegaskan ada tiga macam alat pengetahuan manusia yang memungkinkan manusia memanusiakan dirinya melalui ilmunya, yaitu pendengaran, penglihatan, dan penghayatan. Dalam Alquran istilahnya: al Sam’a, al –Abshara, dan al-Af’adah. “Kemudian Dia sempurnakan dan Dia tiupkan ruh ke dalamnya, dan Dia adalan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati dan hanya sedikit orang yang bersyukur.”(Q.S. As-Sajdah:9).  
      Ibnu Khaldun dalam Toto Suharto (hlm 242-243), memandang usaha mendidik dalam aktivitas pendidikan sebagai salah satu pekerjaan yang memerlukan keahlian (min jumlah al-sanai). Konsekuensi dari pandangan ini adalah bahwa untuk menjadi seorang pendidik (guru) diperlukan beberapa kualifikasi tertentu. Untuk itu Ibnu Khaldun menghendaki bahwa seorang pendidik diharuskan memiliki pengetahuan memadai tentang perkembangan kerja akal secara bertahap. Ibnu Khaldun menganjurkan agar pendidik menggunakan metode mengajar yang menyesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan peserta didik. Dengan ini Ibnu Khaldun megkritik para pendidik yang tidak menguasai keahlian mengajar. Pada tahap permulaan pendidik tidak diperkenankan menyajikan materi pengetahuan yang sukar dipelajari peserta didik. Ini dapat membingungkan mereka. Sebab kemampuan dan kesanggupan peserta didik untuk memahami suatu materi itu bersifat bertahap sedikit demi sedikit (tadarruj). Ibnu Khaldun menulis:” Ketahuilah bahwa mengajarkan pengetahuan kepada pelajar hanya akan efektif bila dilakukan dengan berangsur-angsur (tadrij), setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit.”
     Suatu hal yang perlu diperhatikan pendidik dalam kegiatan mengajarnya adalah tidak mencampuradukkan antara masalah yang diberikan dalam buku pelajaran dengan sejumlah masalah lain. Ajarkan kepada peserta didik suatu ilmu pengetahuan. Apabila telah menguasainya, baru diberikan pengetahuan lain. “Tetapi bila banyak masalah ilmu sekaligus dihadapkan kepadanya, ia tidak akan sanggup memahami semuanya. Akibat lebih jauh otaknya akan jenuh dan tidak snaggup bekerja, lalu putus asa, dan akhirnya meninggalkan ilmu yang dipelajari”. “Salah satu di antara mazhab yang baik dan metode yang harus diikuti dalam ta’lim  adalah meniadakan cara yang membingungkan si murid, misalnya dengan tidak mengajarkan dua cabang ilmu pengetahuan sekaligus.”
     Pada sisi lain, Ibnu Khaldun memandang peserta didik sebagai yang belajar (muta’alim) atau seorang anak yang perlu bimbingan (wildan). Dalam posisinya sebagai muta’alim, peserta didik dituntut mengembangkan segala potensi yang Allah anugerahkan kepadanya. Ibnu Khaldun dalam al-Muqadimah-nya telah memberikan beberapa petunjuk bagaimana seorang muta’alim agar berhasil dalam studinya. Ibnu Khaldun menulis:
“Wahai muta’alim, ketahuilah bahwa saya di sini akan memberi petunjuk yang bermanfaat bagi studimu. Apabila kamu menerimanya dan mengikutinya dengan sungguh-sungguh, kamu akan mendapatkan suatu manfaat yang besar dan mulia. Sebagai pendahuluan yang akan membantumu memahaminya, saya dapat katakan kepadamu bahwa kemampuan berpikir manusia adalah suatu anugerah yang Allah ciptakan baginya.”
      Dari pernyataan di atas tampak bahwa Ibnu Khaldun memandang peserta didik sebagai subjek didik, bukan objek didik, yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan melalui proses pendidikan. Ini menandakan bahw aIbnu Khaldun memiliki pandangan yang optimistik terhadap peserta didik. Peserta didik bagi Ibnu Khaldun merupakan subjek didik yang dituntut kreativitasnya agar dapat mengembangkan diri dan potensinya. Perlakuan ini membuat pendidikan sebagai ajang atau wahana yang dapat menumbuhkan kreativitas peserta didik. Peserta didik sebagai subjek didik dituntut aktif dan kreatif dalam melakukan proses belajarnya. Adapun dalam posisinya sebagai wildan, Ibnu Khaldun memandang peserta didik sebagai seorang anak manusia yang memerlukan bantuan orang lain, agar terbimbing ke alam kedewasaan. Dalam konteks ini, Ibnu Khaldun memandang peserta didik sebagai objek didik yang memerlukan guru sebagai subjek belajar.
     Muhaimin dalam Moch Masykur Ag dan Abdul Halim Fathani, (hlm 13-21), menyebutkan bahwa manusia memiliki alat-alat potensial yang harus dikembangkan secara optimal yang dinyatakan dalam Alquran. Salah satunya adalah firman Allah dalam QS Al Nahl (16):78, yang artinya:”Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur.”
     Dalam konteks pendidikan, kurikulum atau program pendidikannya perlu dirancang dan diarahkan untuk membantu, membimbing, melatih, dan mengajar dan/atau menciptakan suasana agar para peserta didik dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas dirinya secara optimal. Sementara ahli psikologi menyatakan bahwa manusia memiliki IQ (Intelegent Quotient), EQ (Emotional Quotient), CQ(Creativity Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient). Pendidikan IQ menyangkut peningkatan kualitas head agar peserta didik menjadi orang yang cerdas, pintar, dan lain-lain. Pendidikan EQ menyangkut peningkatan kualitas heart agar peserta didik menjadi orang yang berjiwa pesaing, sabar, rendah hati, menjaga harga diri (self esteem), berempati, cinta kebaikan, mampu mengendalikan diri (self control), dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan. Pendidikan CQ menyangkut peningkatan kualitas head agar peserta didik nantinya dapat menjadi agent of change, mampu membuat inovasi atau menciptakan hal-hal yang baru. Pendidikan SQ menyangkut peningkatan kualitas honest agar peserta didik menjadi orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah, berakhlak mulia, bersikap amanah dalam memegang jabatan, dan memiliki sifat shidiq, amanah, tabligh, fathanah, dan lain-lain.
              
2.      Komponen Strategi Pembelajaran
Dick  dan Carey (1978) dalam B. Uno H (hlm 3-23) , menyebutkan bahwa terdapat 5 komponen strategi pembelajaran, yaitu (1) kegiatan pembelajaran pendahuluan, (2) penyampaian informasi, (3) partisipasi peserta didik, (4) tes, dan (5) kegiatan lanjutan. Kegiatan pembelajaran pendahuluan yang disampaikan dengan menarik akan dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Secara spesifik kegiatan pembelajaran pendahuluan dilakukan melalui teknik-teknik berikut; a. Jelaskan tujuan pembelajaran khusus yang diharapkan dapat dicapai oleh semua peserta didik, b. Lakukan persepsi, berupa kegiatan yang merupakan jembatan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari.
        Penyampaian informasi seringkali dianggap sebagai kegiatan yang paling penting dalam proses pembelajaran, padahal bagian ini hanya merupakan salah satu komponen dari strategi pembelajaran. Artinya, tanpa adanya kegiatan pendahuluan yang menarik atau dapat memotivasi peserta didik dalam belajar maka kegiatan penyampaian informasi ini menjadi tidak berarti. Guru yang mampu menyampaikan informasi dengan baik, tetapi tidak melakukan kegiatan pendahuluan dengan mulus akan menghadapi kendala dalam kegiatan pembelajaran selanjutnya.partisipasi peserta didik, berdasarkan prinsip student centered peserta didik merupakan pusat dari suatu kegiatan belajar.hal ini dikenal dengan istilah CBSA (cara belajar siswa akti) yang diterjemahkan dari SAL (student active training), yang maknanya adalah bahwa proses pembelajaran akan lebih berhasil apabila peserta didik secara aktif melakukan la tihan secara langsung dan relevan dengan tujuan pembelajaran yang diterapkan (Dick dan Carey dalam B Uno H, 2007). 
        Selanjutnya serangkaian tes umum yang digunakan oleh guru untuk mengetahui (a) apakah tujuan pembelajaran khusus telah tercapai atau belum, dan (b) apakah pengetahuan sikap dan keterampilan telah benar-benar dimiliki oleh peserta didik atau belum. Keberhasilan tes  esay  5 soal, meliputi tingkat penguasaan berkisar 80%- 85%, demikian juga tes objektif 20 nomor dengan 4 pilihan, peserta didik dianggap menguasai materi apabila ia dapat mengerjakan 80%-85% soal dengan benar. 
        Adapun kegiatan lanjutan dikenal dengan istilah follow up dari suatu hasil kegiatan yang telah dilakukan seringkali tidak dilaksanakan dengan baik oleh guru.dalam kenyataannya, setiap kali setelah tes dilakukan selalu saja terdapat peserta didik yang berhasil dengan bagus atau di atas rata-rata, (a) hanya menguasai sebagian atau cenderung di rata-rata tingkat penguasaannya yang diharapkan dapat dicapai, (b) peserta didik seharusnya menerima tindak lanjut yang berbeda sebagai konsekuensi dari hasil belajar yang bervariasi tersebut.
3.      Kompetensi Dalam Mendesain Pembelajaran
Spencer dan spencer dalam B. Uno Hamzah (hlm 78-81) memandang bahwa kompetensi sebagai karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang dengan kinerja efektif dan/atau superior dalam suatu pekerjaan dan situasi.R.M. Guion dalam Spencer and Spencer dalam B. Uno. Hamzah, mendefinisikan kemampuan atau kompetensi sebagai karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan mengindikasikan cara-cara berperilaku atau berpikir, dalam segala situasi dan berlangsung terus dalam periode waktu yang lama. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa kemampuan adalah merujuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilakunya.
        Kompetensi guru merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru atau tenaga kependidikan yang tampak sangat berrati. Perilaku di sini merujuk bukan hanya pada perilaku nyata, tetapi juga meliputi hal-hal yang tidak tampak. Charles E. Jhonson dalam B Uno hamzah mengemukakan bahwa kemampuan merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyatkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan tertentu. Barlow mengemukakan bahwa kemampuan guru adalah kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajibannya secara bertanggung jawab.
        Menurut Crow and Crow dalam B. Uno Hamzah kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran meliputi hal-hal berikut:
1.      Penguasaan subject-mater yang akan diajarkan.
2.      Keadaan fisik dan kesehatannya.
3.      Sifat-sifat pribadi dan kontrol emosinya.
4.      Memahami sifat hakikat dan perkembangan manusia.
5.      Pengetahuan dan kemampuannya untuk menerapkan prinsip-prinsip belajar.
6.      Kepekaan dan aspirasinya terhadap perbedaan-perbedaan kebudayaan, agama, dan etnis.
7.      Minatnya tehadap perbaikan profesional dan pengayaan kultural yang terus-menerus dilakukan.

4.      Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Asosiasi
Ilmu jiwa asosiasi berprinsip bahwa keseluruhan itu sebenarnya terdiri dari penjumlahan bagian-bagian atau unsur-unsurnya. Dari aliran ini ada dua teori yang sangat terkenal, yakni: Teori Konektionisme dari Thorndike dan Teori Conditioning dari Pavlov. Menurut Thorndike, dasar dari belajar itu adalah asosiasi antara kesan panca indra ( sense impresion) dengan impuls untuk bertindak (impuls to action). Teori ini lemah karena pelajaran bersifat teacher centered (guru memberi stimulus). Teori ini mengutamakan materi. Teori conditioning, kalau seseorang mencium bau sate, air liur pun mulai keluar (kemecer). Karena melihat makanan, maka air liurnya keluar. Begitu seterusnya hal itu dilakukan berkali-kali dan sering diulangi, sehingga menjadi kebiasaan. Kelemahan teori ini respon mungkin dipengaruhi oleh stimulus yang tak dikenal.
        Teori asosiasi Gestalt dan ilmu jiwa daya memiliki persamaan yaitu: 1. Dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan faktor yang sangat penting, 2. Dalam kegiatan belajar selalu ada halangan/ kesulitan, 3. Dalam belajar memerlukan aktivitas, 4. Dalam menghadapi kesulitan, sering terdapat kemungkinan bermacam-macam respon.
        Di samping teori-teori di atas penting juga untuk mengetahui teori konstruktivisme, adalah salah satu teori filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan bukan gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruknitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.
        Sehubungan dengan itu ada beberapa ciri atau prinsip dalam belajar (Paul Suparno, 1997, dalam B. Uno Hamzah) yang dijelaskan sebagai berikut: a. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami, b. Konstruksi makna adalah proses yang terus mnerus, c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, tetapi perkembangan itu sendiri, d. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya, e. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, si subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.
        Sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut, maka proses mengajar, bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke subjek belajar/siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan subjek belajar mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar dalam membentuk penngetahuan, dan membuat makna, mencari kejelasan dan menentukan justifikasi. Prinsip penting, berpikir lebih bermakna daripada mempunyai jawaban yang benar atas sesuatu. Karena itu guru dalam hal ini berperan sebagai mediator dan fasilitator untuk membantu optimalisasi belajar siswa.
5.      Konsep Intelegensi Emosi
Saptono (hlm 146) menyatakan bahwa intelegensi emosi adalah konsep hibrida. Artinya, ia merupakan bentukan baru yang menggabungkan antara konsep intelegensi dan emosi. Penelitian mengenai emosi dan kognisi menunjukkan bahwa emosi tidak bisa direduksi dalam satu sistem tersendiri yang terpisah dari proses kognitif. Emosi merupakan kegiatan integral dalam proses kognitif. Pengalaman emosi memainkan peranan penting dalam pikiran rasional. Kemampuan untuk menyeimbangkan dimensi emosi dan rasional itulah yang kemudian dikenal dengan intelegensi emosi.
        Terkait dengan konsep intelegensi emosi, perlu ada perbedaan yang tegas antara intelegensi emosi itu sendiri (emotional intelegence per se) dan model intelegensi emosi (models of emotional intelegence). Intelegensi per se, hakikatnya adalah kemampuan manusia untuk menghargai makna setiap bentuk emosi, serta berpikir dan memecahkan masalah berdasarkan makna setiap bentuk emosi itu. Sedangkan model intelegensi emosi adalah pengorganisasian secara terbatas, bersifat rasional-akademis dan berisi penjelasan mengenai intelegensi emosi.

6.      Memaksimalkan Kreativitas
Menurut Carol K. Bowman dalam Muhammad Asnadi (2010. Hlm 72-81) (Creativity in Business), sebagaimana yang dikatakan oleh Prof Roy sembel, bahwa setiap orang (anak) memiliki kreativitas tertentu. Bahkan, seseorang yang usianya di atas 45 tahun sekalipun masih dianugerahi kemampuan untuk menjadi kreatif. Intinya, selama otak masih berfungsi, kreativitas tetap mengalir dalam diri seseorang. Tujuh hambatan yang menghalangi orang menjadi kreatif: 1. Rasa takut, 2. Rasa puas, 3. Rutinitas tinggi, 4.kemalasan mental, 5.birokrasi, 6. Terpaku pada masalah, 7. stereotyping (opini masyarakat)
        Kreativitas melibatkan keseluruhan otak. Seseorang akan bertindak kreatif manakala mempergunakan potensi otak dengan optimal, atau mempergunakan kedua belahan otak, otak kiri dan otak kanan. Otak kirilah yang mengatur kemampuan logika, sedangkan otak kananlah yang mengatur humanistis.
     Kreativitas memang mengekspresikan kualitas solusi penyelesaian masalah. Kunci kreativitas adalah kemampuan menilai permasalahan dari berbagai sudut pandang sehingga menghadirkan solusi yang lebih baik. Sudut pandang yang berbeda akan menstimulasi beragam ide dan mengembangkan struktur kognitif baru.
        Menurut Need Herrmann, pada dasarnya, jika anak anda melibatkan secara penuh pikiran yang dimilikinya, sehingga ia mampu membangkitkan ide dan kenyataan tentang sesuatu yang diinginkannya, berarti ia memfasilitasi berkembangnya kreativitas sebenanrnya, saat itu ia mendayagunakan kekuatan pikirannya untuk membayangkan berbagai kemungkinan dalam mencapai sesuatu yang didinginkan dalam koridor norma-norma yang dapat ditoleransi. Artinya, seseorang yang kreatif mengatahui sesuatu yang diinginkan dan dapat menetapkan tujuan berperilaku.    


7.      Pendekatan Pembelajaran Saintifik
Dalam panduan belajar SMP dinyatakan tentang pendekatan pembelajaran saintifik, yaitu kegiatan pembelajaran yang melalui langkah-langkah mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menganalisis dan mengkomunikasikan . Kegiatan mengkomunikasikan dapat dihayati melalui kegiatan mencipta.(Pdf hlm 9: Panduan pembelajaran SMP).
8.      Warna
Dalam HU republika, Jumat, 8 Februari 2008, disebutkan bahwa: jika lazimnya orang memiliki dua mata, anak indigo memiliki  mata ketiga atau the tird eye. Dengan inilah anak indigo menengok ke masa lalu, menerawang masa depan, dan beririsan dengan alam supranatural. Mata ini terletak di dahi antara dua alis mata, berwarna nila. Dalam literatur ilmu yoga, mata ketiga ini sejatinya adalah cakra keenam dalam tubuh. Apa itu cakra?
      Setiap manusia diyakini memiliki dua tubuh. Yakni tubuh fisik atau tubuh halus. Tubuh halus berbentuk energi sinar yang tak dapat dilihat mata. Mata kasat manusia, kata Erwin, hanya mampu melihat satu oktaf warna yakni dari ungu sampai merah. Sementara tubuh halus terdiri atas warna-warna yang memiliki panjang gelombang di bawah warna merah, yakni 12 hingga 5 mikron dan berfrekwensi antara 60 hingga 120 Hz. Warna jenis ini lebih dikenal dengan sebutan aura.
     Aura ini memancarkan gelombang elektromagnetik dan pintu-pintu energi dalam tubuh. Pintu-pintu energi itu disebut cakra. Ada lebih dari 360 pintu energi dalam tubuh manusia. Namun, yang paling berperan dalam menghasilkan warna aura adalah pintu-pintu besar, dan dikenal dengan sebutan cakra-cakra utama. Jumlahnya tujuh. Mereka punya nama dan warna tertentu. Warna aura anak indigo adalah nila. Ini terjadi akibat dominasi dari aktifnya cakra keenam, yang juga disebut cakra mata ketiga. Istilah indigo sendiri berasal dari bahasa Spanyol, yang artinya nila. Warna ini merupakan kombinasi biru dan ungu. Pada 1982, konselor asal AS, Nancy Ann Tappe menerbitkan buku : Understanding your Life Through Color. Sebuah buku tentang warna aura manusia sebagai tanda atas kepribadiannya. Dalam peta klasifikasi yang dibuat Nancy, manusia dengan aura dominan nila dikategorikan sebagai manusia dengan intuisi dan imajinasi yang sangat kuat.
     Untuk mengetahui warna aura, seseorang bisa memanfaatkan perangkat teknologi pembaca aura, aura video station. 1. Cakra dasar warna energi merah. Mempengaruhi kesehatan tulang dan otot. Memberi energi pada semangat hidup. 2. Cakra kedua warna energi orange. Mempengaruhi kesehatan organ-organ reproduksi. Memberi energi pada kemampuan berinteraksi. 3. Cakra ketiga warna energi kuning. Mempengaruhi kesehatan organ-organ reproduksi dan memberi energi pada ambisi. 4. Cakra keempat warna energi hijau. Mempengaruhi semua organ dalam rongga dada dan memeberi energi pada toleransi. 5. Cakra kelima warna energi biru. Mempengaruhi organ dalam rongga leher. Memberi energi pada berinteraksi, dan berkreativitas. 6. Cakra keenem warna energi indigo. Mempengaruhi organ dalam rongga kepala, termasuk panca indera. Memberi energi pada kepekaan intuisi dan ketajaman perasaan untuk hal-hal abstrak. 7. Cakra ketujuh warna energi violet. Mempengaruhi otak. Memberi energi pada sifat keilahian.
     Siswa dengan warna yang disukainya, menunjukkan kepribadian yang dimilikinya. Guru menerima hal perbedaan individual. Perbedaan individual siswa berkenaan dengan warna kepribadian yang menunjukkan energi yang dimiliki siswa. Bagi guru warna kepribadian siswa memberikan petunjuk untuk membantu siswa pada hal yang siswa cenderung kuat.

9.      Media Warna Dalam Pembelajaran Matematika
Dalam KBBI daring media berarti alat. Media warna dalam pembelajaran matematika memiliki arti alat yang berupa warna yang berguna dalam pembelajaran matematika.
Menurut Douglas E. Cruikshank, David L. Fitgerald dan Linda R. Jensen dalam Young Children Learning Mathematics, (hlm 244-245), banyak anak didik menyelesaikan masalah matematika dengan manipulasi. Manipulasi untuk trial –and –error menggunakan media warna untuk materi relasi dan pendekatan metamora. Manipulasi memungkinkan mengeliminir frustasi pada peserta didik. Frustasi akan kegagalan dalam penyelesaian.
     Guru dan siswa menggunakan media warna sebagai alat untuk memanupulasi hal-hal yang belum dimiliki siswa. Warna dapat digunakan untuk membedakan variabel dan konstanta. Warna dapat digunakan untuk menyelesaikan bentuk aljabar. Media warna juga dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan linear satu variabel.

10.  Media Warna Dalam Pembelajaran Persamaan Linear satu Variabel

Menurut Douglas E. Cruikshank, David L. Fitgerald dan Linda R. Jensen dalam Young Children Learning Mathematics,(hlm. 244-245), ketika siswa menjumpai masalah yang lebih rumit yaitu memanipulasi variabel, maka siswa akan lebih mudah menerima dengan manipulasi warna. Siswa sudah bisa menggunakan arsiran dan empat warna. Yang menjadi perhatian adalah bahwa penggunaan warna dalam menjelaskan variabel dalam pembicaraan persamaan linear satu variabel, harus melalui kontrol yang cermat.
     Siswa akan memilih warna coklat untuk variabel keranjang buah. Buah akan berwarna merah. Misalnya siswa menggambarkan buah sebagai konstanta. Siswa yang memiliki kecermatan yang kuat, akan menggambarkan isi keranjang yang sama dengan buah apel merah semua. Siswa menentukan isi keranjang sebagai nilai variabel. Variabel yang sama hanya memiliki nilai yang sama. Jadi siswa hanya akan menggambarkan bauh apel merah untuk sebuah keranjang yang mewakili variabel x.
     Siswa yang lain akan menggambarkan variabel bukan dengan keranjang akan tetapi dengan kotak buah. Siswa yang memiliki kecermatan kontrol variabel yang kuat, hanya akan mengisi kotak buahnya dengan buah sejenis. Misalkan berisi buah jeruk orange. Maka semua kotak buah akan berisi satu macam buah yaitu jeruk orange.

11.  Lingkungan Sebagai Sumber Belajar
          Association for Educational Comunication and Tehnology AECT (1977) mendefinisikan sumber belajar (learning resources) sebagai semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan siswa dalam belajar, baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajar. Dilihat dari bentuknya, sumber belajar dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu: 1) Pesan, 2) Orang, 3) Bahan, 4) Alat, 5) Teknik, dan 6) Lingkungan yang sering disingkat dengan POBATL.
Pesan (message) adalah informasi, ide, ajaran, atau nilai-nilai yang ingin disampaikan kepada orang lain atau dipelajari dalam belajar. Pesan ini merupakan sumber belajar yang disampaikan secara terselubung melalui berbagai media baik itu cetak, audio, audiovisual dan lain-lain. Orang (people) sebagai sumber belajar dipilih yang mempunyai keterampilan atau kemampuan tertentu. Beberapa contoh sumber belajar orang adalah guru, tokoh masyarakat, petani, pedagang, sejarawan, politikus, seniman, budayawan, teman sekolah, dan sebagainya. Bahan (materials) adalah materi yang berisi pesan-pesan pembelajaran yang disampaikan kepada siswa/peserta didik baik dengan menggunakan alat presentasi maupan tanpa alat. Contoh sumber belajar yang berupa bahan adalah buku, CD, VCD, DVD, gambar, grafik, film, slide, dan sebagainya yang dirancang secara khusus untuk pembelajaran. Bahan ini sering juga disebut dengan perangkat lunak (software).
Alat (device) adalah perangkat keras yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan-pesan pembelajaran seperti tape recorder, video player, LCD, televisi, laptop, handphone, dan sebagainya. Alat ini sering juga disebut dengan perangkat keras (hardware). Teknik (technic) adalah prosedur, cara, atau acuan yang dipergunakan untuk melakukan suatu aktivitas. Dalam konteks pembelajaran, teknik ini berarti prosedur atau cara untuk menggunakan bahan, alat, atau memanfaatkan orang untuk menyajikan pesan-pesan pembelajaran. Contoh teknik adalah demonstrasi, imitasi, ceramah, belajar mandiri, menonton televisi, wawancara, dan sebagainya. Lingkungan (setting) adalah segala sesuatu yang ada di sekitar kita, baik yang berupa lingkungan alam maupun lingkungan sosial.
     Lingkungan alam merupakan ciptaan Tuhan yang merupakan manifestasi dari sifat kesempurnaan Tuhan. Banyak keunikan dan rahasia tersembunyi di balik keunikan alam.. Berbagai rahasia yang ada di balik fenomena alam tersebut menunjukkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, lingkungan alam merupakan objek ilmu yang menarik untuk dieksplorasi dan dipelajari secara mendalam dan terus-menerus.
         Rahasia dan keunikan tersebut akan diketahui apabila manusia mampu “membaca‟ dan memaknainya melalui pembelajaran yang didesign secara kontruktif .Hal ini sesuai dengan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di sekolah yang merekomendasikan adanya kegiatan pengintegrasian, perluasan dan pendalaman pembelajaran yang berbasis lingkungan maupun masyarakat . Penguatan karakter religius, rasa ingin tahu , sosial dan kerja sama dapat di kembangkan melalui pembelajaran tersebut.
     Dalam konteks implementasi Kurikulum 2013, lingkungan alam merupakan sumber belajar yang sangat potensial untuk dimanfatkan dalam pembelajaran. Pada sisi yang lain, pemanfaatan lingkungan dengan berbagai variannya merupakan suatu solusi untuk mengatasi keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah untuk proses pembelajaran. Sekolah bisa memanfaatkan lingkungan di sekitar sekolah yang sudah tersedia, maupun sengaja menata, membuat, dan mengelola lingkungan sekolah agar menjadi sumber belajar yang potensial.
(Dikutip dari Pdf, hlm 11-12: Panduan pemanfaatan lingkungan sekolah, kemendikbud)
Lingkungan sebagai sumber belajar memiliki pengertian, segala yang ada di sekitar guru dan siswa yang menunjang keberhasilan kegiatan belajar mengajar di kelas. Baik lingkungan alam dan lingkungan sosial.



HASIL
Media Warna yang menciptakan siswa yang sadar akan hakekat belajar. Media warna merupakan model pembelajaran holistik yang melibatkan guru-siswa dan nuansa lingkungan belajar. Media warna dalam pembelajaran persamaan linear satu variabel berbasis lingkungan hidup ini menghasilkan siswa yang memahami dan mampu menerapkan pengetahuan yang berasal dari mengamati lingkungan  secara sesungguhnya dan menggambarkan kembali lingkungan hidup dengan warna yang merupakan karakternya. Rata-rata hasil belajar siswa menunjukkan 96,8 % telah melampaui kriteria ketuntasan minimal.

PEMBAHASAN
Media warna dalam pembelajaran persamaan linear satu variabel berbasis lingkungan ini, merupakan pendidikan holistik yang menerapkan metode guru-siswa dan nuansa lingkungan hidup sumber acuan.
        Kreasi siswa muncul karena media warna persamaan linear satu variabel menjadi berkembang. Perkembangan ini menyebabkan siswa menghasilkan karya yang baik. Karya yang baik merupakan motivasi bagi siswa untuk membuat kreasi yang lebih baik dalam pembicaraan media warna dalam pelajaran matematika.
        Lingkungan hidup yang menjadi basis dalam pembelajaran matematika media warna, merupakan jembatan bagi terciptanya kesadaran siswa akan pentingnya alam semesta dalam pembelajaran matematika.

       
PENUTUP
Simpulan
     Media warna dalam pembelajaran persamaan linear satu variabel berbasis lingkungan bagi siswa kelas vii, adalah hal yang baik. Media warna merupakan intisari dari setiap cabang matematika.   Media warna persamaan linear satu variabel merupakan prasarat bagi pembelajaran matematika yang berikutnya.
        Media warna pembelajaran bentuk aljabar meningkatkan motivasi siswa dalam berkreasi dalam matematika. Hasil belajar melalui media warana berbasis lingkungan akan memperluas wawasan siswa tentang belajar matematika.

Saran
Siswa sebaiknya memperoleh pembelajaran media warna yang akan membawanya ke dalam pemahaman yang lebih luas tentang hakekat belajar matematika. Pembelajaran media warna baik ditempuh melalui basis lingkungan hidup. Rangkaian pembelajaran yang tersusun sedari perencanaan akan sangat membantu guru untuk menyelesaikan dengan baik. Hasil belajar siswa juga akan terekam dengan baik.
















KEPUSTAKAAN
A.    Sardiman M.2011. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Raja grafindo persada: Jakarta
B. Uno H, 2011. Model pembelajaran menciptakan proses pembelajaran yang kreatif dan efektif.bumi aksara: Jakarta
Douglas E. Cruksank, david L. Fitzgerald, Linda R. Jensen.1980. Young Children Learning Mathematics. Alyn and Bacon Inc.: Boston/London/Sydney/Toronto
HU Republika, Jumat, 8 Februari 2008 
KBBI , Balai Pustaka, Jakarta, 2003
KBBI , Balai Pustaka, Jakarta, 2008
KAMUS INGGRIS INDONESIA , Gramedia, Jakarta,2014
KBBI daring Kemendikbud
Kemendikbud. 2016. Panduan Pembelajaran untuk Sekalah Menengah Pertama. Pdf: Jakarta.
Muhammad Asnadi. 2010. Bila otak kanan dan otak kiri seimbang. Diva: Jogjakarta
Masykur.Moch.Ag, Halim.Abdul Fathani.2008. Mathematical Intellegence.Ar_Ruzz Media grup: Jogjakarta.
Saptono.2011. Dimensi-dimensi pendidikan karakter. Erlangga;Jakarta
Suharto.TOTO.2011. Filsafat Pendidikan Islam. Ar-Ruzz Media grup: Jogjakarta.
Primarni,Amie., Khairunnas. 2016. Pendidikan Holistik Format baru Pendidikan Islam Membentuk Karakter Paripurna. AMP Press Al Mawardi Prim: Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar