Materi
Keputrian
KISAH
WAFATNYA MARYAM IBU ISA AL MASIH
(Oleh
Wahab bin Munabbih) dalam Aqis Bil Qisthu Hlm 150-135)
Ialah cerita ini dari
Wahab bin Munabih, neneknya Idris, dia mengatakan:” Saya telah menemukan
sebagian kitabnya Nabi Isa Al Masih. Beliau berkata kepada ibunya:” Ibu...,
sesungguhnya dunia ini adalah kampung yang akan punah, kampung yang akan
melayang. Sesungguhnya akhirat itulah kampung yang langgeng. Untuk itu wahai
ibuku tercinta, marilah pergi (bersama saya....)”.
Kemudian ibu dan anak
itu pergi ke gunung di Libanon. Di gunung keduanya berpuasa siang hari dan
malamnya untuk menengakkan shalat malam. Mereka makan dari dedaunan pepohonan
dan minum air hujan saja, dan dari sana mereka tinggal sangat lama.
Suatu hari Nabi Isa as
turun gunung menuju salah satu jurang mencari daun-daunan untuk berbuka puasa
bersama. Saat Nabi Isa as, turun gunung meninggalkan ibunya, ternyata ibunya
didatangi malaikat maut (yang sebelumnya Maryam tidak tahu kalau sesosok itu
malaikat maut). Malaikat maut itu mendekati seraya berkata salam... .
“Assalamu’alaika wahai
Maryam..., orang yang patuh ibadah puasa dan shalat pada malam harinya.”
“Siapakah engkau?” Jawab Maryam, “Sungguh sekujur badan sangat gemetar karena
takut mendengar suaramu dan kewibawaanmu.”
“Saya adalah malaikat
maut!” Jawab malaikat,”saya tidak mengenal kasihan terhadap anak-anak karena
kecilnya, tidak mengenal kemuliaan terhadap mereka yang sudah tua atau mengenal
karena kebesaran dia. Sebab sayalah yang bertugas mencabut roh.”
“Wahai malaikat
maut..., engkau ke sini untuk berkunjung saja atau memangnya untuk mencabut roh
saya?”
“bersiap-siaplah engkau
mati , wahai Maryam!” Tegas Malaikat.
“Apakah engkau tidak
mengizinkan untukku, supaya menunggu sampai kedatangan anak kesayanganku, yang
menjadi buah hatiku dan penawar kesusahanku.”
“Saya tidak
diperintahkan untuk itu.” Tegas Malaikat maut. “Dan saya hanya sebatas hamba
yang takut terhadap perintah. Demi Allah, saya tidak akan mampu mencabut roh
seekor nyamuk pun, kecuali saya sudah diperintah oleh Tuhan Allah. Hal ini agar
saya tidak menyia-nyiakan waktu sedetik pun, sehingga saya mencabut roh mu
ditempat ini juga!”
“Wahai Malaikat maut.”
Jawab Maryam. “Kalau engkau sudah menerima perintah dari Allah Ta’ala, maka
tunaikan saja perintah itu.”
Maka Malaikat maut
mendekati dia tatkala duduk beribadah,
lalu ruh Maryam dicabut dan mati.”
Nabi Isa as telah
terlambat datang tidak seperti biasanya. Bahkan ia kembali sampai masuk waktu
ashar akhir (mendekati Maghrib). Dia membawa sayur mayur sekaligus kubis.
Sesampai (di padepokan) dia mendapati ibunya masih menyangka ibunya terduduk
shalat.
Setelah meletakkan
sayur mayur, kemudian Nabi Isa as ikut shalat di samping ibunya sampai larut
malam.
Tengah malam sunyi
senyap, waktunya berbuka bagi Nabi Isa Al masih. Dia memanggil halus kepada
ibunya, “Assalamu’alaika wahai ibu! Sesungguhnya telah masuk waktu malam,
waktunya berbuka bagi orang yang berpuasa, serta waktu tegaknya orang-orang
yang beribadah kepada Allah. Mengapa ibu tidak jua berdiri beribadah kepada
Tuhan yang Maha Pengasih?”
(Tapi ibu itu tetap
diam dalam duduknya yang disangka terduduk karena shalat yang ketiduran). Nabi
IsaAl Masih lantas mengulang perkataan terhadap ibunda.
“Ibu sesungguhnya dalam
tidur memang ada kenikmatan.” Nabi Isa pun lantas berdiri menghadap kiblat
beribadah, tidak berbuka karena tidak bersama ibu, kemudian Isa pun melanjutkan
shalat malam sampai dua pertiga malam. Hal ini dilakukan karena berbuat santun
terhadap ibu, tidak berbuka kecuali bersama-sama ibunda.
“Assalamu’alaika, wahai
ibunda.” Lirih Nabi Isa Al Masih (Karena tidak ada sahutan) dia lantas
melanjutkan ibadah sampai terbit fajar pagi. Pagi yang agak kelam ini, ia
meletakkan pipinya ke pipi ibunda, meletakkan mulutnya ke mulut ibunda desertai
tangisan keras karena ibu ibu disangka tidak beribadah sama sekali. Dia menyeru
keras.
“Assalamu’alaika, wahai
ibunda!” sungguh malam telah habis dan disambut oleh pagi. Adalah waktu untuk
menunaikan kewajiban terhadap Tuhan Yang Maha Pengasih.
Seketika itu
menangislah seluruh malaikat langit,jin-jin disekitarnya, gunung-gunung pun
berguncang (sebab kerasnya Nabi Isa yang tidak mengetahui kalau ibunda sudah
meninggal).
Kemudian Allah Ta’ala
mewahyukan kepada malaikat, bertanya:”Apakah sebab yang membuat kalian
menangis?”
“Tuhan kami, Engkau
sangat Maha Mengetahui...(apa-apa sebab yang kami tangiskan).”
“Ya sesungguhnya Aku
Maha Mengetahui dan Aku Maha Kasih dan Sayang.”
Dalam keadaan seperti
itu tiba-tiba ada suara yang berseru kepada Nabi Isa Al Masih.
“Wahai Isa, angkatlah
wajahmu. Sesungguhnya ibundamu itu sudah meninggal dunia, dan Allah Ta’ala
sudah melipat gandakan pahalamu.”
Wajah yang masih
terangkat kemudian menangis tersedu-sedu sambil merintih sangat dalam...
“Lalu siapa lagi kawan
disaat sunyi? Saat aku sendiri? Serta siapa lagi yang dapat aku ajak bertukar
pikiran? Bersenda gurau dalam perantauanku? Dan siapa lagi yang membantu aku
dalam ibadahku?” Keadaan seperti ini Allah berfirman kepada gunung ,”Wahai
gunung, berilah Isa nasehat.”
Gunungpun memberikan
nasehat kepada Isa,”Wahai Isa, apa artinya kesusahanmu ini!” Atuakah Allah,
Engkau menghendaki agar dia menjadi pendamping yang menggembirakanmu?”
Berangkat dari nasehat
itu, kemudian Nabi Isa Al Masih turun gunung, singgah dari desa ke desa untuk
mencari dari kalangan tempat tinggal kalangan Bani Israil.
Nabi Isa berkata kepada
Bani Israel di sana,”Assalamu’alaikum, wahai Bani Israel.”
“Kami ini siapa?” Jawab
mereka,”Sungguh bagus wajahmu sampai-sampai menyinari rumah kami.”
“Saya adalah Rasul
Allah, Nabi Isa Al Masih. Dimana ibu telah meninggal dunia dalam perjalanan,
tolonglah saya untuk memandikan, mengafani dan memakamkan. Dia sekarang ada di
gunung sana. Mereka Bani Israel menjawab, “Wahai Rasul Allah, sesungguhnya di
gunung tsb banyak sekali ular-ular besar dan ular-ular ganas lainnya, yang sama
sekali belum pernah dilalui oleh nenek kami atau ayah kami sejak 300 tahun yang
lalu.”
Nabi Isa Al Masih memaklumi
keadaan mereka. Diapun lantas kembali naik gunung tanpa hasil sesuai
kehendaknya. (Atas kehendak Allah Ta’ala), beliau berjumpa dengan 2 orang
pemuda yang gagah-gagah. Isa bersalaman kepada mereka, lalu menyampaikan
maksudnya yang tadi gagal. “sesungguhnya ibu telah meninggal dunia dalam
perjalanan di gunung ini. Untuk itu tolonglah saya untuk mempersiapkan
pemakaman.”
Salah seorang diantara
dua laki-laki gagah ternyata menjelaskan :” Ini adalah malaikat Mikail, dan
saya sendiri malaikat Jibril. Dan ini obat pengawet tubuh serta kain kafan dari
Tuhanmu.”
Sesaat para bidadari
cantik jelita dari syurga turut serta membantu memandikan dan mengkafani
(jenazah Maryam). Malaikat Jibril menggali kubur di puncak gunung, kemudian
mereka bertiga menshalati dan mengubur di sana.
Kemudian Nabi Isa Al
Masih berdo’a kepada Tuhan Allah Ta’ala: “Wahai allah, sesungghnya Engkau Maha
Menengar perkataanku dan Maha Mengetahui dimana tempatku/ sedikitpun tidak ada
urusanku yang teresmbunyi di hadapan-Mu. Ibu telah meninggal dunia, dan saya
tidak mengetahui di saat dia meninggal dunia, maka izinkanlah dia berkata
kepada saya.”
Allah mewahyukan kepada
Isa:” Sungguh Aku memberikan izin untukmu.”
Nabi Isa Al Masih pergi
ke pekuburan ibunda, berdiri dekat tumpukan tanah, lantas berkata kepada ibunda
dengan suara lembut sopan:
“Assalamu’alaika ,
wahai ibunda tercinta... .” Dalam kubur dijawab oleh ibunya,”Wahai anakku
tercinta, kesayanganku dan sebagai biji mataku.” Isa kembali berkata, “Ibunda ,
bagaimana engkau dapat menemukan pembaringan, tempat pengembalian, dan
bagaimana pada keadaan kehadiranmu kepada Tuhanmu?”
Jawab ibunda,” Tempat
pembaringanku adalah sebaik-baik tempat pembaringan, tempat kembaliku adalah
sebaik-baik tempat kembali. Dan masalah aku datang menghadap Tuhanku, yang
hanya aku tahu bahwa Dia menerima dengan rela tanpa ada marah.”
“Ibunda...!” Tanya Nabi
Isa,”Bagaimana engkau merasakan sakit sakaratul maut?!”
“Demi Allah..!” Jawab
ibunda, “ Ialah Dzat yang mengutusmu sebagai Nabi dengan sebenar-benarnya,
bukan hilang rasa sakit dari sakaratul maut di tenggorokan demikian juga
kewibawaan menakutkan dari malaikat maut belum sirna dari pelupuk mataku.”
(Setelah itu tidak ada
lagi yang tercatat dalam percakapan antara ibunda dan anak). Diakhiri oleh
ibunda...
“Alaika salaam wahai
kesayanganku, sampai jumpa pada hari kiamat kelak.”
(Miisykatul Anwar,
Durratur Nashihiin).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar