Prich Purwanti
(...haji tidak rofas, haji tidak fasik dan haji tidak jidal... . QS Al Baqarah ayat 197)
LUPUT
DARI PENGEJARAN FIRAUN
Kita
mafhum bahwa Allah menurunkan Kitab Suci alquran adalah dengan menggunakan
bahasa Arab. Karena kitab Alquran diturunkan sebagai wahyu kepada Nabi Muhammad
saw, sebagai penduduk asli Arab Saudi yaitu suku Quraisy. Bagaimana halnya jika
Nabi saw diberikan Alquran dalam bahasa Indonesia?
Firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad saw dengan perantaraan malaikat Jibril, adalah terdiri dari banyak
surat dan banyak sekali ayat. Kita yang memiliki keyakinan teguh merasa
bersyukur sebab kewajiban untuk memiliki semua ayat seperti Nabi saw, bukanlah
hal harus. Akan tetapi meyakini ayat-ayatNya sebagai firman adalah harus.
Meskipun Nabi saw yang memperoleh wahyu, namun beliau masih harus mengingat
akan nabi-nabi sebelumnya. Sedari Nabi Adam as sampai dengan Nabi Muhammad saw.
Amatlah jauh Arab Saudi dengan Mesir. Akan
tetapi lebih jauh lagi Indonesia dari Arab Saudi apalagi dari Mesir. Akan lebih
jelas jika kita melihat peta atau globe si bola dunia tiruan. Itupun tidak akan
menjadi urusan Allah SWT jika aku membatalkan kepergian hajiku yang tidak bisa
bersama dengan suamiku. Padahal beribu juta kekayaan ada di sana. Allah tidak
membutuhkannya. Akan tetapi suratan takdirku berpisah dalam menunaikan ibadah
haji, yang Allah wajibkan dalam satu kali seumur hidup. Bukan karena aku
menghendaki, akan tetapi perintah Allah, dan akan tugas negara yang aku emban
mewajibkan aku berangkat mendahului suamiku.
Aku merasa lemas sekali, aku merasa lemas
sekali, bahwa panggilan Allah diindahkan ataupun tidak bukan persoalan Allah.
Ataukah aku harus memohon tolong kepada selainNya, dalam keadaan yang penuh
bahaya di tempat yang aman sekalipun. Berkecamuk dalam hatiku, suasana yang
mencekam. Oh, aku harus yakin aku hanya bersama Allah dan Nabi saw. Seperti
tertulis hampir di setiap sudut kota Mekkah, La illaha illallah , dalam hati
aku lanjutkan Muhammadarasulullah. Ya Allah, khusukan hatiku. Khusukan hatiku
agar aku hanya mendekatkan diri kepadaMu semata.
Sebagai orang yang beriman, kita mengimani
adanya alam kehidupan makhluk Allah. Ada alam fana atau alam dunia, atau alam
Mulk yaitu kerajaan. Selanjutnya alam malakut yaitu tempat hidup malaikat, jin,
setan, roh. Dan alam Jabarut, tempat tahta ‘Arsy yang Agung alam yang tidak
memiliki batas. Berbagai alam tersebut akan diberitahukan Allah kepada para hambanya yang dikehendakiNya.
Karena Allah Maha Berkuasa. Seperti perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi saw. Telah
dibersihkan hati Nabi saw dengan air suci zam-zam, baru diperjalankan dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqso dilanjutkan ke Sidratul Muntaha baru masuk ke
surga. Menemui Allah untuk menerima peruntah shalat yang kita kerjakan sampai
kini yaitu lima waktu sehari semalam. Nabi Musa as, adalah seorang Nabi as yang
paling keras peringatannya kepada Nabi saw agar meminta keringanan shalat dari
50 waktu menjadi 5 waktu. Sebab Nabi Musa as, yang memiliki umat yang besar
badannya saja tidak kuat menjalankan shalat apalagi umat Nabi saw yang badannya
kecil-kecil.
Kegiatan Nabi saw dengan Nabi Musa as, di
perjalanan langit ke satu hingga langit ke tujuh begitu sibuknya. Kegiatan
hamba yang hina dina amatlah jauh dari masa Nabi saw hidup, apalagi Nabi Musa
as, bagaimana? Bagaimana mungkin dalam benakku, yang mengendap-endap mengikuti
aku adalah para pengikut Firaun. Ini adalah hal mustahil. Aku merasa senang
pergi menunaikan tugas berhaji, akan tetapi mengapa pengikut Firaun, si raja
lalim itu mengikuti aku. Bagaimana bisa? Apakah sekarang juga Firaun masih ada?
Pertanyaan yang berkecamuk dalam alam bawah sadarku sembari berdzikir, baik
dzikir besar atau dzikir kecil ada terselip pertanyaan kepada Allah.
Siebil Eraslam menceritakan dalam
kisah-kisah Asiyah, bagaimana Firaun, yang menjadi suaminya itu amat licik dan
takabur juga keji. Seluruh kekayaan negara dikerahkan untuk membangun piramida.
Piramida merupakan kebanggaan Firaun yang menganggap dirinya Tuhan itu.
Piramida adalah jalan menuju nirwana setelah kematiannya datang. Adalah Asiyah
amat menantang suaminya sendiri. Sampai titik darah terakhirnya, tiada dia mau
melihat suaminya lagi si Firaun apalagi pengikut-pengikutnya. Aku kagum kepada
seorang ahli surga Firdaus Asiyah. Dalam panasnya siksaan firaun di tengah padang
pasir yang sungguh panas, tanpa kain selembar pun, dan tanpa pelingdung kulit
seperti sun blok. Akhirnya Allah mengangkat ruh nya atas doanya sendiri,
sebelum algojo Firaun datang untuk menghabisi nyawanya, karena keteguhan Iman
hanya kepada Tuhannya Musa as, sang putra sang Nabi Allah. Subhanallah.
Aku jauh dari mereka, aku hanyalah seorang
haji baru. Mengapa aku merasa nasibku seperti Asiyah. Aku dikelilingi kaum
Firaun yang tiada hendak aku mau melihatnya. Seperti kejadian ketika aku pergi
towaf bersama adikku, bersama kelompokku. Ada saja yang berkata-kata kepadaku.
Bukan pada tempatnya. Aku bersama kelompok hajiku yang amat rapat. Lagi pula,
aku amat jauh dari Firaun dan kaumnya. Apa sebab ada seorang perempuan merasa
dikejar-kejar kaum firaun yang bodoh itu. Sampai ke dalam mimpi, aku dikejar
firaun yang berbadan tinggi, tidak ada rambut di kepalanya, dan berbaju putih
seperti menghadiri upacara. Lorong-lorong yang kulewati amat panjang dan
terbuat dari tanah putih, lorong itu berupa terowongan. Aku berlari melewati
liku-liku hingga aku bertemu ibuku. Ibu mengetahui gelagat yang mengejarku,
“Ibu!” begitu aku memanggil keras. Kemudian kulihat ibuku kembali ke Mekkah ke
Masjidil Haram, aku mengikuti beliau ke masjidil Haram.
Ketika aku mengingat sabda Nabi saw, maka
aku merasa hal itu yang datang dalam mimpiku adalah mustahil. Namun mustahil
apa, sedang setan dan dajal pun masih bergentayangan di atas dunia. Sehingga
masih mungkin ilham yang Allah sampaikan kepadaku adalah perintah untuk waspada
terhadap kaum firaun yang menyesatkan. Ya Allah, pintaku lindungi aku dari
tabiat firaun dan kaumnya, sampai dengan keluarga dan anak turunanku.
Selamatkan dari gangguan firaun dan kaumnya ya Allah. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar