NOVEL
Prich Purwanti
(...haji tidak rofas, tidak fasik dan tidak jidal..... . QS Al Baqarah ayat 197)
HAKIM
KELUARGA
Tugas
negara sebagai guru di daerah pinggiran amatlah berbahaya. Apalagi seperti aku
yang memiliki keluarga yang terpisah oleh tugas ini. Segala hasutan karena iri
dan dengki memasuki kehidupan rumah tanggaku. Semenjak anak-anak berusia
menginjak sekolah dasar, aku sudah mengalami apa yang disebut traumatis hidup
berumah tangga. Traumatis itu mungkin yang memicu timbulnya berbagai masalah
kesehatan yang aku derita dulu.
Setiap pagi aku berangkat bekerja, setelah
selesai mengurus anak-anakku. Aku mengerjakan pekerjaanku sendiri mulai dari
memandikan anak-anak sampai dengan menyiapkan makan pagi dan makanan untuk
bekal ke sekolah dan bekal bermain bagi anakku yang kecil. Setelah beres semua
rasanya, aku berangkat. Ada Yu Dar, yang menjaga dan merawat anakku yang kecil
hingga aku pulang kerja.
Tahun 2008, aku merasa berbeda rasanya,
entah apa yang menyebabkan hidupku mulai tidak enak rasanya. Suamiku sering
menelfon agar aku melupakan dirinya. Pernah juga mengatakan bahwa hendak
bercerai saja. Aku baru ingat, aku sering bercanda dengan hp pemberiannya
sendiri di hari ulang tahun pernikahan yang ke 4 dulu.
Puncak hal yang membuat aku masgul akan
tetapi aku harus menghadapi dan harus selesai masalah yang menghantui, adalah
kedatangannya ke rumah di waktu dinas. Waktu itu bulan puasa, aku sedang
membaca kitab suci sepulang sekolah sampai sore. Kemudian, aku dipanggil ibu,
suamiku datang dan telah berkumpul di depan yaitu ruang tamu kakakku dan adikku
serta suamiku. Aku telah diliannya, aku dituduh amat keji, bahwa telah berzina
dengan salah satu rekan kerjaku di lingkungan dinas. Aku menolak tuduhan
beliau. Begitu juga Ibu dan saudara laki-laki ku. Beliau berkata,” Pokokke
pegat, pegat, pegat.” Begitu yang dikatakannya. Aku malah tertawa kecil.
Suamiku juga tertawa. Kami tertawa semua. Aku berharap suamiku terbebas dari
sakit lian kepadaku, di dalam hati kecilku ini.
Adikku melihat suamiku ikut tertawa kecil
setelah mengucapkan kata-kata keji kepadaku yang artinya bercerai itu,
tiba-tiba mengatakan, “ Mas Sa’ad, rujuk saja ya.” Begitu kata adikku Bowo. Suamiku
berkata,”Yo.” Dalam bahasa Jawa. Alhamdulillah. Kami rujuk kembali. Ibu
menasehati agar kami membayarkan sebanyak 60 bungkus makanan kepada anak-anak
yatim dan orang yang miskin. Jika kami hendak bercampur kembali.
Suasana kehidupanku kembali berangsur
sehat seperti sedia kala. Hanya saja hal ini tentu amat mempengaruhi prestasi
kerjaku sehari-hari. Akan tetapi bersyukur aku tetap merasa sehat dan dapat
pergi menunaikan tugasku sebagai guru di daerah terpencil dengan
sungguh-sungguh.
Dalam sebuah kehidupan rumah tangga,
segala hal harus dimusyawarahkan dengan hakim agama. Jika hal itu menyangkut
masalah maksiat kepada Allah. Aku seorang yang sadar, bahwa hidupku sedang
mengabdi kepada kepentingan pendidikan. Aku harus mengerjakan segala sesuatu
yang berkaitan denagn pendidikan saja. Andaikata ada suara sumbang tentang
kehidupanku, mungkin suara itu sedang mengurangi dosa-dosaku. Aku hanya manusia
biasa yang tak luput dari dosa. Jika aku tak punya dosa maka aku akan menjadi
malaikat saja.
Tanda seseorang jauh dari maksiat adalah
rajin menuanaikan shalat. Selalu mengingat akan datangnya mati. Dan selalu
percaya kepada Allah dan Rasulnya. Dia haruss rajin membaca kitab suci sebagai
peninggalan Nabi Muhammad saw yang amat pandai bicara. Ada salah satu Sabda
Nabi saw sebelum beliau meninggal dunia, bahwa ia wariskan dua hal satu sang
pendiam, dua sang pandai bicara. Sang pendiam adalah kematian itu sendiri.
Sedangkan sang pandai bicara adalah Alquran, Kitab Suci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar