Kamis, 17 Oktober 2019

THE HOLY JOURNEY TO HAJI (Bagian 5)

NOVEL
Prich Purwanti
(...haji tidak rofas, tidak fasik dan tidak jidal..... . QS Al Baqarah ayat 197)



HAKIM KELUARGA
Tugas negara sebagai guru di daerah pinggiran amatlah berbahaya. Apalagi seperti aku yang memiliki keluarga yang terpisah oleh tugas ini. Segala hasutan karena iri dan dengki memasuki kehidupan rumah tanggaku. Semenjak anak-anak berusia menginjak sekolah dasar, aku sudah mengalami apa yang disebut traumatis hidup berumah tangga. Traumatis itu mungkin yang memicu timbulnya berbagai masalah kesehatan yang aku derita dulu.
     Setiap pagi aku berangkat bekerja, setelah selesai mengurus anak-anakku. Aku mengerjakan pekerjaanku sendiri mulai dari memandikan anak-anak sampai dengan menyiapkan makan pagi dan makanan untuk bekal ke sekolah dan bekal bermain bagi anakku yang kecil. Setelah beres semua rasanya, aku berangkat. Ada Yu Dar, yang menjaga dan merawat anakku yang kecil hingga aku pulang kerja.
      Tahun 2008, aku merasa berbeda rasanya, entah apa yang menyebabkan hidupku mulai tidak enak rasanya. Suamiku sering menelfon agar aku melupakan dirinya. Pernah juga mengatakan bahwa hendak bercerai saja. Aku baru ingat, aku sering bercanda dengan hp pemberiannya sendiri di hari ulang tahun pernikahan yang ke 4 dulu.
       Puncak hal yang membuat aku masgul akan tetapi aku harus menghadapi dan harus selesai masalah yang menghantui, adalah kedatangannya ke rumah di waktu dinas. Waktu itu bulan puasa, aku sedang membaca kitab suci sepulang sekolah sampai sore. Kemudian, aku dipanggil ibu, suamiku datang dan telah berkumpul di depan yaitu ruang tamu kakakku dan adikku serta suamiku. Aku telah diliannya, aku dituduh amat keji, bahwa telah berzina dengan salah satu rekan kerjaku di lingkungan dinas. Aku menolak tuduhan beliau. Begitu juga Ibu dan saudara laki-laki ku. Beliau berkata,” Pokokke pegat, pegat, pegat.” Begitu yang dikatakannya. Aku malah tertawa kecil. Suamiku juga tertawa. Kami tertawa semua. Aku berharap suamiku terbebas dari sakit lian kepadaku, di dalam hati kecilku ini.
     Adikku melihat suamiku ikut tertawa kecil setelah mengucapkan kata-kata keji kepadaku yang artinya bercerai itu, tiba-tiba mengatakan, “ Mas Sa’ad, rujuk saja ya.” Begitu kata adikku Bowo. Suamiku berkata,”Yo.” Dalam bahasa Jawa. Alhamdulillah. Kami rujuk kembali. Ibu menasehati agar kami membayarkan sebanyak 60 bungkus makanan kepada anak-anak yatim dan orang yang miskin. Jika kami hendak bercampur kembali.
     Suasana kehidupanku kembali berangsur sehat seperti sedia kala. Hanya saja hal ini tentu amat mempengaruhi prestasi kerjaku sehari-hari. Akan tetapi bersyukur aku tetap merasa sehat dan dapat pergi menunaikan tugasku sebagai guru di daerah terpencil dengan sungguh-sungguh.
     Dalam sebuah kehidupan rumah tangga, segala hal harus dimusyawarahkan dengan hakim agama. Jika hal itu menyangkut masalah maksiat kepada Allah. Aku seorang yang sadar, bahwa hidupku sedang mengabdi kepada kepentingan pendidikan. Aku harus mengerjakan segala sesuatu yang berkaitan denagn pendidikan saja. Andaikata ada suara sumbang tentang kehidupanku, mungkin suara itu sedang mengurangi dosa-dosaku. Aku hanya manusia biasa yang tak luput dari dosa. Jika aku tak punya dosa maka aku akan menjadi malaikat saja.
     Tanda seseorang jauh dari maksiat adalah rajin menuanaikan shalat. Selalu mengingat akan datangnya mati. Dan selalu percaya kepada Allah dan Rasulnya. Dia haruss rajin membaca kitab suci sebagai peninggalan Nabi Muhammad saw yang amat pandai bicara. Ada salah satu Sabda Nabi saw sebelum beliau meninggal dunia, bahwa ia wariskan dua hal satu sang pendiam, dua sang pandai bicara. Sang pendiam adalah kematian itu sendiri. Sedangkan sang pandai bicara adalah Alquran, Kitab Suci.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar